Senin, 20 Mei 2019

Kesenian Surak Ibra

(Instagram @melonggarut) 

Surak Ibra, juga disebut Kesenian Boyongan atau Boboyongan, memiliki ciri khas adanya seorang pemain atau tokoh yang diboyong (diangkat-angkat hingga dilempar tinggi-tinggi dan ditangkap kembali) oleh pemain-pemain lainnya. Semarak, gembira, dan kolosal adalah ciri khas pertunjukkan ini. Selain memboyong, para pemain yang berjumlah 30 hingga 60 orang ini juga memeragakan gerakan Pencak Silat lengkap dengan iringan kendang pencaknya.

Jumlah pemain Surak Ibra yang tergolong banyak ini mencerminkan semangat persatuan dan gotong royong. Pemain yang diboyong juga adalah simbol seorang tokoh pemimpin yang mempersatukan masyarakat. Sepintas Surak Ibra nampak seperti penggalan momen penyambutan kemenangan seorang tokoh oleh sejumlah pendukungnya. Memang, dulu seni tradisional Surak Ibra ini merupakan suatu sindirian terhadap pemerintahan Belanda yang bertindak sewenang-wenang kepada pribumi, sekaligus untuk memupuk motivasi masyarakat agar mempunyai pemerintahan sendiri hasil gotong royong bersama.

Kesenian ini berasal dari tempat tinggal saya tepatnya di Kp. Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja ini merupakan hasil ciptaan Raden Djajadiwangsa, Putera Wangsa Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Raden Papak. Makanya kesenian ini juga kental kaitannya dengan Makam Cinunuk dan Kasepuhan Cinunuk. Dulu sekitar tahun 1910 di Kasepuhan Cinunuk dibentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Himpunan Dalem Emas (HDE) yang turut serta ngamumule (melestarikan) Surak Ibra. Namun organisasi ini kemudian bubar di tahun 1948.

Jaman dulu kesenian surak ibra biasanya di gunakan di di pesta pesta atau terakhir kali saya melihat adalah saat hari jadi garut. Kebanyakan kegiatan ini dilakukan di acara 17 agustus dimana hari kemerdekaan indonesia, pesta raja, atau dalam rangka pesta rakyat biasanya.
Permainan surak ibra ini biasanya melibatkan 40-60 orang beris banjar dengan posisi berkuda dan meragakan bela diri silat lalu diikuti oleh beberapa penari biasanya pria menggunakan baju kuning dan wanita menggunakan baju merah (pangsi). Salah seorang menjadi komando untuk mengomandokan orang orang yang ada untuk menginstruksikan musik pengiring ditabuh serempak (biasanya lagu Golempang) bersambung dengan sorak-sorai yang meriah. Musik dan suara sorak ini menciptakan suasana yang meriah dan dinamis. Musik pengiring kesenian ini ketika tampil secara umum hampir sama dengan pengiring Kendang Pencak, hanya ditambah angklung dan dogdog sebagai pelengkap.
Setelah itu mereka melakukan formasi-formasi tertentu dengan gerakan-gerakan pencak silat. Pada saat mereka membuat formasi lingkaran, salah seorang pemain bertindak sebagai tokoh yang akan diboyong (diangkat-angkat). Ketika lingkaran semakin menyempit tokoh tadi diangkat oleh para penari Surak Ibra lainnya, diikuti musik dan sorak sorai yang semakin meriah.
Di atas tangan-tangan pemain yang lain, sang tokoh ini menari-nari dan berpindah-pindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, kadang tinggi sekali melambung ke atas, sorak sorai pun semakin ramai. Biasanya setelah atraksi Surak Ibra yang memukau itu, para pemain kembali ke formasi semula.


Berikut adalah foto hj rudi sebagai bupati garut di hari jadi garut ke 204 
Kesenian yang memiliki pesan gotong royong ini kini tergolong pada kesenian yang langka dan terancam punah. Hal ini disebabkan karena sulitnya regenerasi dan derasnya arus globalisasi. Kini beberapa pewaris kesenian ini juga sudah memasuki usia senja dan kesulitan untuk meremajakan kesenian ini.
Penulis : Moch. Dava RM (18123030) 
Sumber : http://www.jelajahgarut.com/surak-ibra-khas-garut/
Sumber foto : Instagram @melonggarut

1 komentar:

  1. numpang promote ya min ^^
    Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    BalasHapus