Rabu, 19 Juni 2019

KARINDING NYENGSOL

(Koleksi photo Pribadi) 

     Karinding Nyengsol…sebuah kelompok seni yang berada di Desa Winduraja, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis yang mengankat suguhan seni buhun. Karinding adalah sebuah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu, kemudian cara memainkannya juga hanya dengan sedikit pukulan jari di ujungnya, yang di posisikan pada mulut kita supaya getaran bambu tersebut mengeluarkan bunyi. 

Alat musik seperti ini sebetulnya ada di seluruh dunia termasuk diantaranya Indonesia, kemudian di Indonesia sendiri banyak tempat yang memiliki alat musik ini namun mungkin namanya berbeda. Kebetulan di Jawa Barat alat musik ini adalah Karinding.
Karinding adalah alat bunyi bunyian dalam karawitan sunda yang dibuat dari pelepah aren atau bambu, dibunyikan dengan pukulan jari tengah dengan rongga mulut sebagai resonator. Dahulu dipergunakan sebagai sarana hiburan para penggembala kerbau atau kambing di kampung kampung. 
Selain itu Karingding awalnya dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari. Sebagai media hiburan dan media komunikasi pada masyarakat tradisional. Selain itu juga alat musik tradisonal digunakan sebagai pelengkap upacara adat baik tarian, nyanyian hinga pada upacara kematian

Oh iyah teman-teman kenapa kesenian di Winduraja ini memakai nama “Nyengsol”. Apakah ada maksud atau arti dari “Nyengsol” tersebut, menurut ketua kelompok karinding Nyengsol Atus Gusmara mengatakan kepada para netizen 😁, bahwa Nyengsol memang mengandung arti, karena Nyengsol adalah singkatan dari “ Nyungsi Eusi Ngaguar Seni Olah Laras” maksudnya adalah mencari isi seni jaman dulu dengan mengolah laras lagu, lebih luasnya menyelaraskan masa lalu dengan masa kini supaya budaya masa lalu jangan sampai hilang oleh budaya masa kini yang perlahan-lahan menindas seni budaya lokal.

Hampir lupa nih, mengapa kesenian ini memakai kostum berwarna hitam, beriket kepala dan tampak seperti orang-orang jaman dulu? menurut warga setempat sekaligus pelaku kesenian karinding nyengsol mengatakan bahwa kesenian karinding sendiri merupakan kesenian buhun. Sehingga kesannya seolah-olah sakral, padahal tidak.

“rasanya kurang pas kalau pemain karinding memakai kostum rock atau grup band masa kini, karena pada jaman dahulu kostum orang sunda seperti itu, ya kita menyelaraskan dengan jaman itu ke jaman sekarang, orang-orang jaman sekarang memakai pakaian orang dulu”.

menurut Atus Gusmara menyatakan bahwa Karinding Nyengsol tidak ada sesuatu yang sakral atau mengandung ritual apapun, kariding nyengsol murni sebuah kelompok seni yang mengangkat seni tradisi, dari karinding, celempung, perkusi, dan beberapa kesenian yang di dominasi oleh bahan baku dari bambu.

Karinding bukannya berdiri sendiri, melainkan dipadu dengan apik oleh alat musik kekinian, namun dibuat dan dimodivikasi menggunakan bambu, seperti gitar, bass, celempung, trompet, suling dan beberapa lagi. Bahkan termasuk tempat penyimpanan karinding itu sendiri terbuat dari bambu yang diukir dihias menjadi buah tangan sebagai oleh-oleh khas daerah Kawali.

Penulis : Baldan Ramdlan Rifano (18123016) 
Sumber : Mang Atus Gusmana
Sumber photo : Pribadi

Senin, 20 Mei 2019

Kesenian Celempungan

(koleksi photo : https://www.google.co.id/url?q=https://budaya-indonesia.org/Kesenian-Celempungan/&sa=U&ved=2ahUKEwi8o7b2yaniAhXTF3IKHb1YDcwQFjADegQIBhAB&usg=AOvVaw3MFHYFVFcAAMWG3e4hZ7kX) 

Celempungan adalah ke senian tradisional jawa barat yang merupakan  bagian perkembanga dari celempung. Celempungan merupakan kesenian sekar gending yang berada di daerah Subang kampung adat Banceuy, dan tersebar diperkampuang atau di sekitaran perkampungan tatar sunda. Biasanya lkesenian celempungan bisa disaksikan atau di pertontonkan di acara-acara hajatan seperti pernikahan,khitanan,dan juga ada diupacar- upacara  lainnya yang dianggap penting. Didalam kesenian celempungan ada alat alat musik yang digunakan seperti Kacapi,Rebab,Celempung,dan Gong buyung
Ada beberapa fungsi yang harus dimainkan intrumen tersebut adalah
-Kacapi ,sebagai melody atau pengiring lagu
-Rebab,sebagai melody lagu yang mengikuti lagu sengingga dapat memperindah lagu
-celempung, sebagai pengatur irama dalam gending atau lagu
-Gong Gong buyung, sebagai penegas lagu

Instrument celempung terbuat dari bambu. Celempung tergolong instrument bambu yang satu rumpun dengan Karinding, toleat, dan lainnya. Istulah celempung merupakan tiruan dari percikan air yang dimainkan oleh para gadis ketika mereka mandi disungai, mereka biasa memukulkan tangannya kepermukaan air sungai . sehingga dapa tmenghasilkan bunyi ”celem-pung”

Penulis : Muhammad Bielsha Rizhan Jatnika (18123040)
Sumber dan koleksi photo : https://www.google.co.id/url?q=https://budaya-indonesia.org/Kesenian-Celempungan/&sa=U&ved=2ahUKEwi8o7b2yaniAhXTF3IKHb1YDcwQFjADegQIBhAB&usg=AOvVaw3MFHYFVFcAAMWG3e4hZ7kX

Tari Parebut Seeng

                       
(Sumber Foto : indotravelers.com) 

  Jadi gini teman teman kali ini saya akan membahas tentang Kesenian Tari Parebut Seeng.kita langsung bahas saja.

Tari Parebut Seeng  itu seni pertunjukan yang bersifat presentasi estetis, ide garapannya juga dilatarbelakngi oleh upacara adat Parebut Seeng yang bersifat ritual yang bertempat di Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Nah Dulunya itu pertunjukan seni ritual, dimana aspek - aspek  pertunjukan kurang diperhatikan. Pesilat yang berperan dalam Parebut Seeng hanya dua orang laki-laki, dan iringan musik pun menggunakan alat musik yang selalu digunakan untuk pencak silat.Kedua petandangMereka maju ke kalangan, memasang kuda-kada dan sebelum mereka beradu ketangkasan, terlebih dahulu mereka sambil memperlihatkan jurus-jurus silatnya. Setelah itu mereka beradu ketangkasan dengan cara saling pukul, saling tendang, dan masing-masing berusaha untuk menangkis dan menghindar setiap serangan lawan. Jawara Yang satu berusaha untuk mempertahankan seeng yang digendong dan Jawara yang satunya lagi berusaha untuk merebutnya. Pergulatan itu akan berakhir jika Jawara dari salah satu pihak yang berusahacalon pengantin wanita dapat merebut menyentuh seeng tersebut. dapat menyentuh seeng yang digendong di punggung salah seorang pesilat. 
Jika seeng telah dapat direbut atau ditepak, maka pergulatan dihentikan dan acara pun dilanjutkan dengan seserahan, yakni menyerahkan calon pengantin pria dan seluruh barang yang dibawaannya pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita. Barang-barang yang dibawa antara lain berupa makanan yang ditandu dalam dongdang, alat-alat dapur, pakaian, kambing, kayu bakar, sirih-pinang, dan sebagainya. Setelah itu barulah akad nikah dilaksanakanmulai. 
Setelah akad nikah selesaidilaksanakan, biasanya dilanjutkan dengan ngeuyeuk seureuh, dan sawer panganten, yang kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa tari-tarian Pencak Silat gaya aliran Cimande. Sangat berbeda yah guys dengan bentuk penyajian seni pertunjukan Parebut Seeng saat ini.  Bentuk penyajian seni pertunjukan Parebut Seeng dibawakan secara berkelompok oleh penari laki-laki dan penari perempuan guys, dengan membawa seeng. Dengan iringan musik gamelan berlaras salendro, dan musiknya lebih meriah. Ini berarti, penyajian seni Pertunjukan Parebut Seeng merupakan seni pertunjukan yang tidak menghilangkan kekhasan dari kesenian tersebut, yaitu Seeng. 
         Ada juga Busana nya yang digunakan pada Tari Parebut Seeng yang bersifat ritual seadanya loh guys. Sedangkan dalam seni pertunjukan Parebut Seeng saat ini, rias digunakan dalam upacara adat Parebut Seeng menggunakan kampret, pangsi, dodot dan iket. Sedangkan pada seni pertunjukan 57 Parebut Seeng saat ini adalah busana tradisional rakyat yang dimodifikasi. Ini dapat terlihat dari penggunaan warna, dan busana yang dipakai. Mengingat banyaknya seni tradisi yang berkembang di masyarakat, seyogyanya para pelaku seni terus mengembangkan pengemasan tari yang berpijak dan berakar pada seni tradisional yang berkembang di Sukabumi, demi mengupayakan pelestarian seni tradisi yang masih bisa diperkenalkan, meskipun dalam kemasan yang berbeda. Selain itu, diharapkan pengemasannya yang akan datang lebih modern, sehingga generasi muda tertarik dan mau melestarikan bentuk-bentuk tari yang lainnya. Selain itu peran pemerintah, khususnya Pemerintah Sukabumi setempat senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat luas, seniman, serta lainnya, agar mau melestarikan seni tradisi setempat salah satunya dengan mengemas seni tradisi tersebut menjadi bentuk seni pertunjukan. Mengingat banyaknya lembaga pendidikan formal, seyo gyanya mau mendukung dalam melestarikan Parebut Seeng khususnya seni tari tradisional yang ada di Jawa Barat untuk diterapkan sebagai materi bahan ajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). 
       Tarian ini karya Rudi Kurniawan dan Toto Surgiarto dengan penata gending Ujang Hendi dari Sanggar Anggitasari. Tarian ini pertamakali digelar pada acara Feestival Tari Kreasi Tingkat Profesial Jawa Barat tahun 2004, telah meraih juara umum untuk wakil ke parade Tari Nusantara.  Kesenian Tari Parebut Seeng Merupakan salah satu kesenian yang besifat ritual yang dilatarbelakangi oleh Upacara Adat dan tariannya juga,  diiringi oleh musik Gamelan yang berlaras Salendro dan dipakai untuk acara Pencak Silat.
Nah......jadi gitu guys itulah kesenian Tari Parebut Seeng semoga bermanfaat yah...sekian dan terimakasih.
Penulis : Ragil Isnu Muharram (18123033) 
Sumber: https://www.inisukabumi.com/2014/04/tari-parebut-seeng.html?m=1
 Sumber Foto : indotravelers.com

Kesenian Surak Ibra

(Instagram @melonggarut) 

Surak Ibra, juga disebut Kesenian Boyongan atau Boboyongan, memiliki ciri khas adanya seorang pemain atau tokoh yang diboyong (diangkat-angkat hingga dilempar tinggi-tinggi dan ditangkap kembali) oleh pemain-pemain lainnya. Semarak, gembira, dan kolosal adalah ciri khas pertunjukkan ini. Selain memboyong, para pemain yang berjumlah 30 hingga 60 orang ini juga memeragakan gerakan Pencak Silat lengkap dengan iringan kendang pencaknya.

Jumlah pemain Surak Ibra yang tergolong banyak ini mencerminkan semangat persatuan dan gotong royong. Pemain yang diboyong juga adalah simbol seorang tokoh pemimpin yang mempersatukan masyarakat. Sepintas Surak Ibra nampak seperti penggalan momen penyambutan kemenangan seorang tokoh oleh sejumlah pendukungnya. Memang, dulu seni tradisional Surak Ibra ini merupakan suatu sindirian terhadap pemerintahan Belanda yang bertindak sewenang-wenang kepada pribumi, sekaligus untuk memupuk motivasi masyarakat agar mempunyai pemerintahan sendiri hasil gotong royong bersama.

Kesenian ini berasal dari tempat tinggal saya tepatnya di Kp. Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja ini merupakan hasil ciptaan Raden Djajadiwangsa, Putera Wangsa Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Raden Papak. Makanya kesenian ini juga kental kaitannya dengan Makam Cinunuk dan Kasepuhan Cinunuk. Dulu sekitar tahun 1910 di Kasepuhan Cinunuk dibentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Himpunan Dalem Emas (HDE) yang turut serta ngamumule (melestarikan) Surak Ibra. Namun organisasi ini kemudian bubar di tahun 1948.

Jaman dulu kesenian surak ibra biasanya di gunakan di di pesta pesta atau terakhir kali saya melihat adalah saat hari jadi garut. Kebanyakan kegiatan ini dilakukan di acara 17 agustus dimana hari kemerdekaan indonesia, pesta raja, atau dalam rangka pesta rakyat biasanya.
Permainan surak ibra ini biasanya melibatkan 40-60 orang beris banjar dengan posisi berkuda dan meragakan bela diri silat lalu diikuti oleh beberapa penari biasanya pria menggunakan baju kuning dan wanita menggunakan baju merah (pangsi). Salah seorang menjadi komando untuk mengomandokan orang orang yang ada untuk menginstruksikan musik pengiring ditabuh serempak (biasanya lagu Golempang) bersambung dengan sorak-sorai yang meriah. Musik dan suara sorak ini menciptakan suasana yang meriah dan dinamis. Musik pengiring kesenian ini ketika tampil secara umum hampir sama dengan pengiring Kendang Pencak, hanya ditambah angklung dan dogdog sebagai pelengkap.
Setelah itu mereka melakukan formasi-formasi tertentu dengan gerakan-gerakan pencak silat. Pada saat mereka membuat formasi lingkaran, salah seorang pemain bertindak sebagai tokoh yang akan diboyong (diangkat-angkat). Ketika lingkaran semakin menyempit tokoh tadi diangkat oleh para penari Surak Ibra lainnya, diikuti musik dan sorak sorai yang semakin meriah.
Di atas tangan-tangan pemain yang lain, sang tokoh ini menari-nari dan berpindah-pindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, kadang tinggi sekali melambung ke atas, sorak sorai pun semakin ramai. Biasanya setelah atraksi Surak Ibra yang memukau itu, para pemain kembali ke formasi semula.


Berikut adalah foto hj rudi sebagai bupati garut di hari jadi garut ke 204 
Kesenian yang memiliki pesan gotong royong ini kini tergolong pada kesenian yang langka dan terancam punah. Hal ini disebabkan karena sulitnya regenerasi dan derasnya arus globalisasi. Kini beberapa pewaris kesenian ini juga sudah memasuki usia senja dan kesulitan untuk meremajakan kesenian ini.
Penulis : Moch. Dava RM (18123030) 
Sumber : http://www.jelajahgarut.com/surak-ibra-khas-garut/
Sumber foto : Instagram @melonggarut

Kesenian Gaok Majalengka



(koleksi foto dokumentasi didi wiardi) 

     Istilah gaok merupakan istilah kesenian Beluk yang ada di daerah Majalengka, yang lahir dan berkembang dari kebiasaan masyarakat pada zaman dahulu yang kebanyakan bermata pencaharian dengan bercocok tanam di huma. Pada masa itu secara tidak sengaja orang menemukan keindahan suara saat mereka saling berkomunikasi dari huma yang satu dengan huma yang lainnya, yang pada saat itu merupakan hutan belantara. Namun pada perkembangan selanjutnya setelah pengaruh wawacan masuk ke daerah Majalengka, kesenian Gaok sering dipergunakan dalam pementasan baca wawacan yang dilagukan.
Kebiasaan membaca wawacan adalah kebiasaan masyarakat Sunda tempo dulu di daerah Kulur Kabupaten Majalengka, yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang saat mereka ada di rumah sebelum tidur. Karena pada waktu itu jarang sekali hiburan, maka orang-orang lebih senang berdiam di rumah atau melakukan kunjungan pada kerabat atau tetangga terdekat. Biasanya orang yang mempunyai keahlian dalam membaca wawacan dan melantunkan tembang pupuh akan menjadi sasaran kunjungan orang lain yang sering mendengarkannya.
Fungsi kesenian Gaok dalam kehidupan masyarakat antara lain :
Fungsi Sebagai Ungkapan Emosional
        Ungkapan emosional yang dimaksud disini adalah ekspresi jiwa seniman dalam menghayati proses penyajiannya. Dalam kesenian Gaok ungkapan emosional tidak hanya dimiliki oleh penonton tetapi lebih didominasi oleh penyajinya.
Fungsi Kenikmatan Estetik
        Fungsi kenikmatan estetik yang dimaksud adalah bagaimana merasakan keindahan dalam suatu bentuk seni. Keindahan dalam bentuk seni ini sangat beranekaragam jenisnya seperti keindahan dalam suara, gerak, warna, dan sebagainya. Dalam kesenian Gaok penghayatan estetik sangat terlihat melalui kualitas suara penembangnya.
Fungsi Sebagai Hiburan
         Fungsi seni sebagai hiburan maksudnya bahwa kesenian yang disajikan ditujukan atau bermanfaat bagi pemenuhan batin seseorang yang dapat menimbulkan rasa senang atau bahagia bagi jiwanya. Hiburan tersebut bisa ditujukan untuk senimannya bisa juga untuk masyarakatnya, khususnya penikmatnya. Semua jenis kesenian berfungsi sebagai sarana hiburan bagi masyarakatnya begitu pula dengan kesenian Gaok yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa kesenian Gaok merupakan kesenian yang pada awalnya lahir dan berkembang dari kebiasaan masyarakat pada waktu itu, yang ketika itu belum banyak hiburan seperti sekarang.
Fungsi Komunikasi
         Yang dimaksud fungsi seni sebagai sarana komunikasi adalah bahwa seni merupakan sarana untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi tentang sesuatu. Kesenian tradisi pada umumnya selalu melibatkan kata-kata dalam penyajiannya, seperti halnya kesenian Gaok yang merupakan salah satu kesenian yang dalam penyajiannya dominan menyajikan unsur vokal manusia (sekar) dengan membawakan suatu cerita dalam bentuk lirik pupuh (wawacan).
Fungsi Representasi Simbol
         Mengulang dari pernyataan Alan P. Meriam, bahwa semua musik di masyarakat berfungsi sebagai lambang dari hal-hal atau ide-ide dan tingkah laku masyarakatnya. Sebelum kesenian Gaok dipentaskan biasanya didahului dengan penyediaan sesajen, dimana sesajen itu merupakan simbol-simbol/lambang hidup manusia yang mengandung petuah didalamnya.
Fungsi Memperkuat Konformitas Norma-norma Sosial
         Kesenian (seni karawitan) khususnya yang mengandung unsur sastra (rumpaka) di dalamnya secara tidak langsung akan memberikan manfaat terhadap pemenuhan sikap dan jiwa manusia (penonton). Kesenian Gaok yang dalam penyajiannya menghadirkan tembang wawacan, didalamnya berisi lakon dan tokoh-tokoh yang menggambarkan kehidupan manusia.
Fungsi Pengesahan Institusi Sosial dan Ritual-ritual
         Yang dimaksud dengan fungsi seni sebagai pengesahan institusi-institusi social dan ritual-ritual adalah bahwa seni berfungsi sebagai sarana pendukung pada suatu acara dalam kehidupan social dan pendukung dalam menunjang suatu kepercayaan adat.
Fungsi Sumbangan pada Pelestarian serta Stabilitas Budaya
         Musik menjamin kesinambungan dan stabilitas kebudayaan sampai generasi penerusnya, Musik merupakan salah satu bagian dari kesenian, sedangkan kesenian merupakan salah satu unsur dari kebudayaan.
Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
         Keberadaan kesenian dalam masyarakat akan bermanfaat bagi keberlangsungan suatu masyarakatnya khususnya dalam mempererat tali persaudaraan antar sesame manusia. Kesenian Gaok mengandung fungsi pengintegritasian masyarakat, karena ketika seni berlangsung penonton secara bersama-sama mendengarkan dan mengikuti jalan cerita yang ada dalam wawacan.
Tokoh-tokoh Kesenian Gaok
Bapak Jaya
Bapak Wardi
Bapak Kari
Bapak Sukarta
Bapak Rukmin
Bapak Domo
Cara Penyajian Kesenian Gaok
         Cara penyajian kesenian Gaok sampai saat ini masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang sudah ada dari sejak dahulu. Ketentuan-ketentua n itu dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dalam penyajiannya tentunya ada beberapa hal yang menjadi ketentuan umum, baik dalam penyajian yang isinya dongeng maupun wawacan yang isinya mengenai sejarah Islam atau hikayat, di antaranya adalah :
Etika Penyajian
Pemain
Waktu
Teknis Penyajian

Penulis : Meidasari (18123024) 
Sumber : Skripsi Jojo (9822033)
Keterangan foto : foto dokumentasi didi wiardi

Topeng Banjet Karawang

( Koleksi http://ethnic-unique.blogspot.com/2012/12/) 

Hy guy.... Ada yang  unik nihhhhhh.... 
Topeng banjet adalah teater rakyat khas karawang. Kekhasannya tampak pada gerakan tarinya. Yang cenderung erotis, sehingga sering disebut goyang karawang. Selain tariannya yang erotis, lawakannya juga cenderung lugu, apa adanya. Cerita yang dimainkannya pun sangat akrab dengan persoalan masyarakat karawang. Banjet identik pula dengan doger yang menunjukan pada sebuah tontonan yang menampilkan ronggeng dan diiringi oleh gamelan yang dinamis.
Asal-usul banjet tampaknya dapat diteliti dengan melacak asal-usul lagu-lagu banjet yang asli. Jika kita memperhatikan lagu-lagu banjet yang asli, terutama lagu alieu, ternyata cenderung dinamis. Musikalitas semacam ini disebut musikalitas carabalen (cara babalean, musik penghantar/penyambu ketika tamu datang). Hal lain yang terekam dari penampilan topeng banjet adalah adanya adanya gairah kebebasan, emosi, keramah-tamah, keceriaan, kesederhanaan dan spontanitasyang tinggi. Ini menjadi penanda bahwa ada kedekatan antara topeng banjet dengan gairah seni pertunjukan yang berasal dari Bali.
Sejalan dengan perubahan zaman, banjet kini memiliki wilayah sebaran yang cukup luas, antara lain Bekasi, Bogor Utara, Purwakarta, Subang, dan bahkan Priangan. Sekitar 1919-1930, tercatat ada 7-10 kelompok topeng banjet yang aktif menjalankan tradisi ngamen. Proses pewarisan pun berjalan alamiah. Walaupun kemudian terjadi pasang-surut, yang akhirnya hanya menyisakan beberapa kelompok banjet yang masih mencoba bertahan. Misalnya, kelompok topeng banjet Asmu (pendul, dan sekarang menjadi topeng jalan pendul putra), kelompok topeng banjet Dasim menjadi topeng banjet reman, topeng banjet tinggal menjadi topeng banjet Baskom, topeng banjetsapar menjadi topeng banjet Alisyaban (sekarang menjadi dua kelompok, yakni topeng banjet Ijem dan topeng banjet Askin). Kelompk-kelompok banjet ini adalah kelompok-kelompokyang menonjol dan cukup populer di masyarakat. Namun, terdapat realitas lain dimana  dinamika kelompok-kelompok banjet ini mendorong tumbuh-kembangnya kelompok-kelompok baru yang memang tidak atau belum sepopuler mereka. Jumlahnya antara 15-20 kelompok. Kelompok-kelompok banjet baru ini tersebar di beberapa kecamatan di kabupaten Karawang, seperti Karawang, Teluk Jambe, Klari, Cikampek, Cilamaya, Telagasari, Rawamerta, Pedes, Batujaya, Rengasdengklok, Tempuran dan Cibuaya. 
Seperti umumnya teater rakyat, banjet memiliki waktu pertunjukan hampir sama, mulai sekitar pukul 21.00 hingga pukul 05.00 dini hari. Pertunjukan banjet diawali dengan prapertunjukan, yaitu kegiatan ngukus (membakar kemenyan), yang biasanya dilakukan oleh pimpinan kelompok yang dituakan. Pimpinan itu berpakaian dan berikat kepala putih seperti seorang pedanda bali, kemudian diikuti dengan naptu (memukul goong dengan jumlah pukulan dihitung berdasarkan atau menurut hari pasaran, bilamana banjet dimainkan hari Senin gong dipukul 4 kali, Selasa 6 kali, Rabu 7 kali dan seterusnya). Di samping itu, beberapa kelompok banjet sering pula melakukan acara nyekar ke makam Bang Pendul. Khusus untuk keluarga Bang Pendul, mereka melakukan sesaji peninggalan  (semacam sedekah, yang dilaksanakan secara rutin setiap bulan mulai tanggal 1-9 bulan jawa). Alasan mengapa mereka melakukan sesaji itu tidak banyak dikemukakan, kecuali menjalankan tatali paranti karuhun (apa yang sudah diwariskan oleh orang tua mereka). Mengenai tempat pertunjukan, bagi seniman banjet tidak jadi masalah. Mereka dapat melakukan pertunjukan dimana saja, asal memadai untuk sebuah pertunjukan, seperti tanah lapang, halaman rumah, panggung sementara, atau panggung di sebuah gedung. 
Topeng banjet biasanya menggunakan bahasa sunda khas Karawang. Namun, dalam lawakan, mereka memakai bahasa yang berbeda. Bahasa lawakan dapat dibagi menjadi tiga: kelas bawah,kelas menengah,dan kelas atas. Mengapa begitu?Supaya menghasilkan konsep perlakuan dari tindakan dimana mereka mampu menggunakan bahasa yang mereka anggap cocok untuk konsumsi penontonnya. Karena mereka tidak melakukan pertunjukan di desa saja, tetapi juga mengisi acara dikantor pemerintah. 
Topeng banjet biasa menggunakan waditra yang sederhana,prakis dan mudah dibawa. Jenis waditranya sekarang mengalami pertambahan dibanding dengan masalalu. Pada masalalu (sekitar 1910), waditra yang digunakan hanya tiga ketuk,satu kenong dan kempyang,satu gong besar,satu rebab,satu kecrek,satu kendang besar. Kemudian sekitar 1925, jenis wditra yang digunakan bertambah satu yaitu katipung(kendang kecil). Kemudian sekitar 1928, waditranya bertambah tiga, katipung,kempul dan kecrek. Sekarang, waditra yang digunakan ada satu rebab, satu kendang besar, dua kendang kecil, tiga ketuk, satu kempul, goong buyung (goong duduk) dan satu kecrek. 
Jenis lagu-lagu dalam topeng banjet dibagi menjadi dua, yaitu khusus dan umum. Lagu-lagu khusus(utama) antara lain tatalu panjang, tatalu pendek, gonjingan, lipet gandes, sakoci, enjot-enjotan, karamat karem, cenat manis, persi mahyat, persi bener, jali-jali,tihang layar, aileu (arileu) dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan lagu-lagu umum adalah lagu-lagu yang pernah populer dimasyarakat luas. Diantaranya sulanjana, gaplek, buah kawung, geboy dan lain-lain. 
Rias dan busana. Mereka memilih busana sehari-hari yang sesuai dengan keseharian mereka didesa. Atau, kalau hanya untuk menunjukan tingkat sosial tertentu, cukup memakai tpi dan jas. Untuk ronggengnya, mereka tetap menggunakan busana seorang penari, yaitu kembang topeng (mahkota lebar seperti niru kecil berbunga-bunga dan berumbai), toka-toka (kain selempang menyilang dada), andong (baju panjang tangan pendek berwiru), pending (ikat pinggang logam), ampreng (kain bersulam yang terletak sejajar dengan pusar), kewer (selendang sutera di kiri-kanan pinggang), ditambah kipas. 
Topeng banjet Karawang sejak dulu, bahkan sampai sekarang, masih digunakan oleh masyarakat karawang terutama di desa-desa sebagai sarana pelengkap upacara hajat bumi, atau upacara perputaran waktu, yaitu pada waktu musim turun nyambut (membajak) dan ngajemput cai (menjemput air) dari irigasi. Topeng banjet digunakan pula sebagai pelengkap upacara daur hidup, seperti ngayun (40 hari bayi), sunatan anak laki-laki, perkawinan, syukuran, ruwatan (upacara penolak bala). Khusus dikota dan dikampus atau dikantor pemerintahan/swasta pertunjukan topeng banjet hanya dipertontonkan sebagai hiburan semata. 
Penulis : Maya Karisma (18123023) 
Sumber : Buku Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Penyusun (Ganjar Kurnia dan Arthur S. Nalan). 
Gambar diambil oleh  http://ethnic-unique.blogspot.com/2012/12/  

Kesenian Bajidoran

(Koleksi photo Nina Amelia) 


   Bajidoran adalah bentuk kesenian rakyat yang tumbuh dan berkembang di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Barat, khususnya di daerah Subang dan Karawang.

   Tanda-tanda kemunculan bajidoran diduga tumbuh sekitar tahun 1950-an, diawali dengan maraknya pertunjukan wayang golek  yang disertai tari-tarian.pada saat itu pertunjukan wayang golek sangat digandrungi  masyarakat, yang dalam pertunjukannya sering di embel-embeli dengan permintaan lagu dari para penonton.
   Pada perkembangan nya, dalam acara kliningan dalam wayang golek tersebut, muncul penonton yang sengaja menari menimpali lagu yang sedang di lantunkan, dan ternyata mereka adalah jago-jago ngibing pada ketuk tilu. Lama kelamaan sajian kliningan tersebut makin banyak sehingga pertunjukan wayang sering kali di dominasi oleh permintaan lagu.Kadang-kadang para dalang pemegang tetekon “aturan pokok dalam pedalangan” merasa kurang di hargai dan menolak pertunjukan bila permintaan lagu dari penonton tidak di batasi. Pada saat itu sering kali pertunjukan kliningan-nya, misalnya dari jam delapan hingga jam dua belas malam mempertunjukan wayang golek, sisa waktu selanjutnya hingga menjelang pajar diisi oleh kliningan. Peristiwa semacam itu di anggap kurang baik oleh beberapa kalangan, maka atas kesepakatan  para seniman dengan pembina kesenian daerah, kliningan di pisahkan dari sajian wayang golek. Perkembangan selanjut-nya kliningan menjadi bentuk kesenian mandiri yang kemudian di kenal dengan istilah bajidoran. 
    Bajidoran adalah sebutan bagi orang yang suka bajidoran, dalam arti mereka yang aktif ikut terjun di dalamnya. Diperkirakan pengertian bajidor muncul dari kependekan banjet, tanji , dan bodor (karena di dalam bajidoran terdapat lawakan). Hal itu terbukti dari tari-tarian yang diungkapkan oleh para bajidor itu mengundang gerak-gerik humor yang sering dilakukan oleh para tokoh bajidor yang masih ada sekarang, seperti Abah Gunawan, Wa Arsim, Wa Tirta, dan Wa Atut.
   Bajidoran merupakan sajian tari yang diiringi seperangkat gamelan berlaras salendro. Pelaku utama dalam pertunjukannya adalah sinden dan bajidor yang didukung oleh nayaga. Bajidor biasanya diselenggarakan dalam pesta syukuran (perkawinan,khitanan,dan sebagainya), atau acara syukuran lainnya yang berkaitan dengan upacara ritual (hajat bumi, panen, dan lain sebagainya). Yang menarik dari pertunjukan ini yaitu ada pada sosok sinden atau ronggeng yang digandrungi oleh para bajidor atau orang yang gemar menari atau ngibing di pakalangan atau dalam bahasa sunda sering diartikan mencug (arena pertunjukan), para penonton yang gemar menari memesan lagu serta memberi saweran kepada penari. Pertunjukan bajidoran umumnya digelar dalam dua bagian, yaitu pertunjukan siang dan malam hari. Sebagai tanda akan dimulainya sajian kliningan-bajidoran, disajikan musik instrumental pembukaan yang disebut tatalu. Gending ini seolah-olah memanggil dan memberi tahu khalayak bahwa pertunjukan akan dimulai. 
   Bentuk kesenian bajidoran mampu bertahan hidup karena keberadaannya yang cukup fleksibel, dapat menyerap budaya baru dalam arti budaya populer yang disukai masyarakat. Hal itu sesuai  dengan konsep adaptasi dalam orientasi ekologi budaya, bahwa bajidoran mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga tetap terpelihara kelangsungannya. 
Penulis : Nina Amelia (18123026) 
Sumber: Buku Bajidoran Di Karawang
                 Kontinuitas & Perubahan
Keterangan Foto: Dokumentasi pribadi

KESENIAN TEREBANG BUHUN


(Koleksi grup Pusaka Sawargia) 

     Hello guys, untuk kali ini yang akan dibahas adalah mengenai kesenian Terebang Buhun. Ga perlu banyak basa basi langsung aja yu..

      Nah guys, Kesenian Terebang merupakan kesenian yang sangat kuno keberadaannya diperkirakan sekitar abad ke-12 yang mana pada saat itu merupakan masa pra-islam. Pada zaman Kesultanan Cirebon dan Banten, Islam memperoleh tempat yang baik sehingga ajaran Islam dapat tersebar luas setelah keruntuhan Kerajaan Pajajaran.           Pada saat itulah Islam mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk menyebarkan ajarannya di tanah Jawa, Salah satu metode penyebarannya yaitu dengan menggunakan media Seni Terebang. Seni Terebang merupakan kesenian yang erat kaitannya dengan nilai-nilai Islam, karena melalui kesenian inilah agama Islam dapat diterima di lingkungan masyarakat baik lingkungan pesantren maupun luar pesantren.  Selain itu, menurut beberapa sumber yang ditemukan, konon katanya seni Terebang pertama kali muncul di daerah Cirebon. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Ajip Rosidi bahwa :
“Kesenian Terebang mulai berkembang yaitu seiring masuknya agama Islam ke Jawa Barat dan konon kesenian Terebang itu awal mulanya dibawa dari Cirebon, yang pada saat itu digunakan sebagai syiar agama Islam oleh Sunan Gunung Jati” (2012 : 3).
Menurut salah satu sumber yaitu Sumiarto menyatakan bahwa seni Terebang mulai dikenal oleh masyarakart Kabupaten Bandung sekitar tahun 1850-an. Seni Terebang banyak dijumpai di daerah Rancaekek, Ibun, Paseh, dan Majalaya tepatnya di Desa Wangisagara terdapat salah satu grup terebang Pusaka Sawargi. Sampai saat ini setidaknya terdapat 50 rumpun seni Terebang yang masih tetap eksis.
Jika dilihat dari bentuk pertunjukannya, Seni Terebang mempunyai beberapa unsur seni yang terkandung dalam kesenian tersebut, diantaranya seni musik, seni suara (vokal) dan seni tari (gestur). Musikalitas dalam seni Terebang, pada umumnya menggunakan pola-pola atau motif-motif yang sederhana, permainan waditra Terebang difungsikan sebagai ritmis yang berperan sebagai pengiring ataupun pemberi irama pada vokal. Repertoar lagu yang digunakan dalam seni Terebang biasanya diambil dari kirab Berjanji yang syairnya berbahasa arab kemudian ditambah lagu-lagu buhun yang syairnya berbahasa sunda seperti Sifat Nabi, Ayun Ambing, Rincik Manik, Widadari dan masih banyak lagi.
      Instrumen atau waditra yang digunakan dalam seni Terebang ini terdiri atas 4 buah Terebang ditambah 1 buah dogdog. Atik Sopandi menjelaskan bahwa Terebang merupakan waditra yang biasanya ditabuh secara kelompok. Waditra ini termasuk kelompok membranophone yang cara memainkannya ditepuk menggunakan telapak tangan (1982: 42). Secara kasat mata, bentuk dan bahan waditra pada umumnya hampir sama, yang membedakan antara Terebang yang satu dengan Terebang lainnya adalah ukurannya. Waditra Terebang berbentuk lingkaran serta mempunyai penutup kulit diatasnya. Waditra dalam seni Terebang memiliki beberapa bagian yang sama diantaranya bagian kuluwung, bagian karawat, dan bagian paseuk. Kuluwung mempunyai bentuk bulat pipih dan bagian tersebut mengerucut ke bawah. Karawat mempunyai bentuk seperti pengikat yang terbuat dari hoe. Paseuk bisa terbuat dari bahan kayu apapun asalkan kayu tersebut kuat dan tidak mudah rapuh. Kulit yang digunakan dalam waditra terebang yaitu kulit kambing yang sudah cukup umur dan sudah melalui proses pencucian dan pengeringan.
Kemudian Tarian yang terdapat dalam seni Terebang ini bisa dikatakan tarian bebas, dalam artian tidak terpaku pada pola gerak yang baku. Para penari biasanya dari kjalangan penonton yang langsung melibatkan diri secara proaktif dalamn pertunjukan. Uniknya saat pertunjukan berlangsung, diantara penonton yang ikut menari, kadang-kadang diantara mereka ada yang tak sadarkan diri (trance). Terjadinya Trance kareda ada beberapa hal yang melatarbelakanginya, misalnya ada yang sengaja memanggil roh para leluhurnya, selain itu ada pula yang dengan sendirinya kemasukan leluhurnya (kerasukan).
       kemudian yang terakhir, seni ini pada zaman dulu disajikan pada upacara adat dan upacara keagamaan. Sajian Terebang dalam upacara adat biasanya disajikan dalam rangka memeriahkan acara khitanan, pernikahan, kelahiran bayi dan sebagainya. Kemudian sajian Terebang dalam upacara keagamaan biasanya berkaitan dengan hari hari besar Islam, seperti Muludan, Rajaban, dan kegiatan Satu Syuro. Seiring perkembangan zaman instrumen pada seni Terebang sering kali ditambahkan kendang, tarompet, organ juga gitar bass.


Penulis : Fajar Hidayatulloh (18123003)

Sumber : Skripsi Seni Terebang Buhun Grup Pusaka di desa Banyusari Kec.Katapang Kab.Bandung. Tabsyir Nuridin Falah (10222106)
Keterangan foto : Koleksi grup Pusaka Sawargia

Kesenian Angklung Sered



(koleksi photo Andi kusmayadi) 

        Halo guys , Seni pertunjukan umumnya diartikan sebagai hasil kreatifitas manusia, yang tumbuh dalam lingkungan yang berbeda. Kadang kitapun termasuk orang yang kreatif guys hehe.. kali ini mimin akan bahas tentang  “ Kesenian Angklung Sered “ yang tumbuh di daerah Kecamatan Singaparna ,KAbupaten Tasikmalaya. Kesenian ini bermula dari Angklung Adu sebagai tangara atau kode (Alat informasi rahasia) Desa Sukasukur,Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya sekitar tahun1918 ( Ketika masa penjajahan). Pertunjukan kesnian ini disajikan oleh 2 kelompok guys, masing masing berjumlah 11 juru angklung dan 4 juru dogdog.
      Didalam pertunjukannya, mereka melakukan gerakan yang meliputi adu betis,pundak, tangan serta mengunangan kekuatan magis sebagai “ senjata “  kekuatannya, dengan gerakan silih sered atau saling dorong mendorong di sampalan. Nah guys pada dekade 1950-an kesenian ini berubah nama menjadi  Kesenian Angklung Sered,unsur magisnya mulai dihilangkan sedikit demi sedikit guys, juga perubahan fungsi yang awalnya sebagai ajang “ perang “, tanding di sebuah sampalan atau lapangan, berubah menjadi ajang hiburan helaran (arak-arakan).
     Setelah masuk pada tahun 1980-an Kesenian Angklung Sered mengalami peralihan generasi guys, serta menyebar ke beberapa daerah luar Desa Sukasukur, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, dan Juga memasuki dunia pendidikan formal. Nah pada awal 1980 sampai 2010,kesenian ini banyak mengalami perkembangan loh. Disamping sebagai ajang hiburan helaran (arak-arakan) , sekarang sudah disajikan dalam panggung pertunjukan. Perkembangannya sangat baik serta ada penambahan seperti personil, alat musik, serta konsep garap.
     Nah gimana guys unikkan Kesenian Angklung sered ini. Memang kesenian yang berada di Jawa Barat sangatlah banyak. Bahkan dari tumbuhan pun bias menjadi alat music uang sangat indah. Salah satunya tumbuhan bambu. Selain di tumbuhan dapat pula dipakai sebagai alat music ataupun peralatan rumah tangga. Banyak sekali kesenian Angklung yang tembuh di Jawa Barat contohnya : Angklung dog-dog (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong Garut), Angklung Badud (Ciamis), Angklung Buncis (Arjasari Banjaran Bandung), Angklung Udjo (Padasuka Bandung), dan Kesenian Angklung Sered di Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya.
      Seperti yang mimin bahas di awal bahwa kesenian ini bermula dari kesenian  Angklung adu yang di lahirkn oleh Aki Rusdi (1918-1930). Setelah 1950 berubah jadi Kesenian Angklung Sered yang dibina oleh Sain (alm) hingga tahun 1980. Setelah itu dilanjutkan oleh Ade Mustofa sampai saat ini. Sekarang kesenian ini juga sering dimainkan oleh perempuan juga loh guys.
      Kesenian Angklung Sered ini dapat dipertujukan dalam acara khitanan anak, penyambutan, peresmian, dan lain-lain. Pada asuhan Sa’id (alm) dari tahun 1950-1980, keberadaan kesenian ini membuka hati masyarakat bahwa mereka memiliki warisan yang harus dikenalkan kepada penerus-penerusnya untuk tetap dilesetarikan. Banyak upaya yang dialkukan salah satunya msuk ke dunia pendidikan.

Okeh guys gimana serukan. Segitu dulu yaa dari mimin hehe.. dadahhhh…

Penulis : Muhamad Wildan Sopiandi (18123004)
Sumber : Skripsi Andy Kusmayadi (0422211)
Sumber photo : Andy Kusmayadi

Sabtu, 18 Mei 2019

Hajat Solokan



(koleksi WordPress.com) 


Hajat solokan artinya ruwatan solokan atau saluran udara.
Upacara tersebut diadakan di bendung Kali Cisangkuy, salah satu
anak Sungai Citarum. Dari bendung tersebut, sebagian debit airnya
kurang lebih tiga kilometer untuk
mengairi sawah penduduk Cikondang dan beberapa kampung lainnya di bagian hilir

    Upacara tersebut diawali dengan menyembelih dua ekor domba jantan di dekat bangunan pembagi air. Kedua kepala domba tersebut masing-masing
dikubur di bagian hulu dan hilir solokan. Sementara dagingnya diolah menjadi rendang dan sebagian lagi dipanggang menjadi sate untuk lauk makan bersama.
Upacara ruwatan masyarakat Cikondang dilakukan dengan melemparkan uang logam. Jumlahnya harus selalu sembilan. Misalkan Rp 90, Rp 900 atau Rp 9.000, Rp90.000 dan seterusnya dalam kelipatan "sembilan". Uang logam tersimpan dalam sesajen yang berisi, bagian atas, nasi tumpeng yang disebut congcot, buah jambe, serutu, rokok kretek, rokok daun kawung, pisang, tebu, gula kelapa, daging mentah. Selain itu,
Ada pula pangradinan yang terdiri dari sirih, gambir, kapur sirih, dan tembakau. Di atas sesajen disimpan rengginang, makanan kecil Biasa Pedesaan yang biasa digunakan sebagai lauk minum kopi atau teh.
      Sambil membuang uang logam ke hulu solokan, amil buang kemenyan. Asapnya mengepul, tinggalkan aroma khas sehingga menimbulkan suasana
magis. Lokasi tambahan yang dijadikan lokasi upacara diadakan pada dua tebing curam. Di sebelah timur yang sekaligus menjadi bibir Sungai Cisangkuy adalah tebing Cihideung tinggi sekitar 30 meter. Pada sisi lain menjulang tebing batu Cadas gantung setinggi lebih kurang 20 meter. Di bagian bawahnya tumbuh pembohong tanaman.

Lokasi bendung ini ada di bagian hilir Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) Lamajan yang dibangun Belanda pada tahun 1920-an. Tenaga listrik yang dihasilkan pada mulanya untuk penerangan Kota Bandung, khusus daerah yang dibuat hunian mereka.

Dengan dibangunnya Bendung Cikondang, maka air Sungai Cisangkuy di bagian hilir PLTA Lamajan terbagi dua. Sebagian debitnya mengalir melalui palung sungai lama dan sebagian lagi masuk dan mengalir melalui saluran yang dibangun oleh royong oleh penduduk lokal. Namun, pada awal pengembangannya ternyata tidak mudah mengalirkan air ke saluran tersebut.
Pada zaman dulu, upacara tersebut biasanya dimeriahkan dengan berbagai upacara pembukaan jadi menarik dibuat ajang silaturahmi sesama warga. Lurah atau kepala desa yang akan menghadiri upacara tersebut menaiki kuda lalu diiringi tetabuhan beduk, dog-dog, reog, dan kesenian kendang penca. Mereka menyusuri tanggul saluran jauh lebih kurang tiga kilometer. Sepanjang perjalanan, masyarakat bersorak-sorai gembira mengiringi pimpinan desanya.

Akan tetapi, upacara yang mengiringi upacara tersebut makin lama semakin berkurang. Salah satu mengapa adalah kesenian-kesenian tradisional tersebut sudah berguguran. Lisan, tahun ini, upacara hajat solokan hanya dimeriahkan kacapi yang
diiringi Amih Sarifah, jurukawih yang usianya sudah setengah abad.



AIR bagi petani adalah sumber kehidupan. Tanpa air, sawah dan ladang
akan kering sehingga tanaman padi dan palawija mati dengan sendirinya.
Tanpa air, mereka akan kehausan sampai akhirnya mati perlahan-lahan.
Karena itu, sebelum nasib buruk menimpa, masyarakat Cikondang, Desa
Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung (Jawa Barat),
menyelenggarakan hajat solokan setiap tahun.

Penulis : Dadan Sukarya ( 18123037) 

Sumber : Dokument situs rumah adat cikondang
Sumber poto: koleksi WordPress.com

Doma Garut


(Koleksi photo : https://www.google.com/search?q=adu+domba&safe=strict&client=firefox-b-m&source=lnms&tbm=isch&sa=X&) 

       Pada saat jaman belanda. Abad ke 18 Belanda ingin menyebarkan domba untuk di kembang biakan di indonesia. Limbangan adalah potensi yang dijadikan belanda untuk membudidayakan dombanya mengingat pada saat itu limbangan adalah tempat dimana orang orang kebanyakan orang adalah peternak domba nila kuda ayam dan lainya. Menurut abah Wandi sebagai pemilik doma garut yang biasa mengadakan perlombaan menjelaskan bahwa.
         Jaman dahulu Belanda membawa beberapa ekor domba merino dari (australia) untuk di sebarkan dan di budidayakan. Diantaranya Belanda memberikan   1 pasang jantan betina ke pada bupati suryakanta legawa limbangan dan diurus oleh bupati hingga punya anak betina bernama si Lenjang. si lenjang punya perawakan agak besar daripada domba lokal di garut badan yang lurus tidak berat ke perut atau tinggi ke punggung atau biasa disebut tonggong leceng. 
       Kaki kaki yang sama panjang ngaregang. Kuku ngukuh atau kuku kuku yang yang bagus. Saat itu bupati suryakanta ingin bermain ke pedepokan dulu dengan niat ingin bersilaturahmi kepada gurunya di pondok pesantren. pada saat bupati suryakanta pergi ka pasantren haji sholeh. Ia melihat haji sholeh sedang ngangon domba dombanya. Disitulah bupati suryakanta tertarik terhadap domba yang pada saat itu haji sholeh sedangmemandikan domba, si dewa namanya. Ia ingin si dewa di jalangkeun atau di kawinkan dengan si lenjang yang ada di rumahnya. Bupati membawa si lenjang ke pesantren haji sholeh untuk di jalangkeun dengan si dewa hingga akhirnya mempunyai anak jantan si tablo. Si tablo memiliki perawakan yang bagus dan kuat diantaranya 
1. tanduk ngabendo atau tanduk yang bulat kebelakang seperti bendo melingkar memutari telinganya. 
2.bebengetan kuda yang artinya memiliki wajah yang seperti kuda. 
3.Panon kupa atau panon jalak yang artinya memiliki mata hitam tajam seperti gagak. 
4. Tonggong lenceng yang artinya punggung yang lurus dari kepala sampai ke ekor adalah menurun yang lurus tidak berat ke perut atau naik ke pinggul
5. kuku ngukuh artinya kuku yang bagus
6. Ceuli rumping yang artinya adalah memiliki telinga yang pendek atau biasanya disebut ceuli nyempil atau ceulina sauted yaitu hanya sebagian kecil saja telinganya yang terlihat berarti memiliki telinga yang lebih kecil dan pendek dari kebanyakan domba yang lainya
7. Memiliki perawakan yang tegap seperti singa terlihat kuat dan dari bagian kepala sampai ekor itu menurun tetapi tidak terlalu menurun dan juga lurus tidak bengkok terlihat lebih gagah ini biasa disebut awak maung
8. Memiliki ekor yang berisi lebih panjang dari domba biasanya dan memiliki kanjut laer atau memiliki kelamin yang besar panjang.
9. Suku ngarenjang atau memiliki komposisi kaki kaki yang seimbang dan sama panjang sehingga memiliki perawakan yang terlihat kokoh tegak sempurna tegap dan terlihat lebih macho
Dan itulah ciri ciri domba yang siap di adu. Seperti si tablo. Domba yang menjadi domba kuat .
Di akhir abad 18 dan awal abad 19 
         Domba garut di urus dengan sangat baik. Hingga menghasilkan banyak domba domba yang berkelas. Kemudian pada tahun 18 akhir adu doma garut mulai sering dilakukan sebagai hobi diantaranya di daerah limbangan cikajang dan kemudian di awal abad 19 adu doma dikenalkan di daerah sumedang dan bandung selatan hingga akhirnya terkenal kesenian doma garut atau adu doma yang pada masa itu sering di sebut adu tangkas. Hingga akhirnya populer hingga saat ini.
       Domba garut sebenarnya sudah dikenali sejak lama. Tepatnya pada abad ke 8 di jawa tengah tepatnya di yogyakarta karena ditemukan relief domba 2 ekor domba yang tegap dan memiliki postur tubuh yang sama.persis seperti domba garut di candi prambanan.
         Namun pada saat itu sepertinya domba domba itu di gunakan sebagai penyembahan saja. Tetapi masyarakat jawa tengah mengakui bahwa domba garut adalah domba yang terlahir kembali karena pada jaman dahulu domba tersebut sudah ada,  domba asli Kecamatan Cibuluh dan Kecamatan Wanaraja Garut telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu, jauh sebelum Domba-domba impor dimasukkan ke Indonesia.
       Bahkan yang perlu dikaji, baik secara historis mau pun sosiologis mengenai keberadaan salah satu relief pada situs yang terdapat di Candi Prambanan, pada situs tersebut terlihat dua ekor domba yang saling berhadap-hadapan sebagai hewan persembahan, ke dua domba tersebut, memiliki beberapa karakteristik yang mirip dengan ciri khas Domba domba garut antara lain ceuli rumping mendekati rumpung dengan tanduk ngabendo, bebengeutan kuda , dan bulu pada bagian di seputar lehernya yang dibiarkan tumbuh memanjang (bulu yang saat ini dibiarkan terjurai di bawah leher pada Domba Garut atau disebut nyinga, merupakan modifikasi dari pola pencukuran bulu pada waktu itu), artinya domba pada situs tersebut sangat mirip dengan performa Domba Garut yang pada abad ke delapan, telah ditemukan di daerah Jawa Tengah, domba tersebut dipandang sebagai domba terbaik dari domba-domba yang ada pada masa lalu, karena tidak mungkin domba yang berkualitas rendah dijadikan hewan persembahan yang diabadikan dalam bentuk relief pada sebuah candi yang besar, sekelas Candi Prambanan.



Penulis : Moch. Dava RM ( 18123030) 
Sumber : https://www.google.com/search?q=domba+di+candi+prambanan&safe=strict&client=firefox-b-m&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwijitTYqJXiAhW773MBHU9JBoUQ_AUIBigB&biw=396&bih=708#mhpiv=3&spf=1557640944500
Koleksi photo : https://www.google.com/search?q=adu+domba&safe=strict&client=firefox-b-m&source=lnms&tbm=isch&sa=X&

Rabu, 15 Mei 2019

Beluk Engko


(1001indonesia.net) 


   Beluk engko adalah seni bertutur Sunda khas masyarakat Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Meski masih bertahan, keberadaannya sudah sangat langka. Senimannya yang disebut juru beluk atau juru alok berkreasi melagukan ragam bacaan (pupuh) dengan irama meliuk-liuk bernada tinggi.

   seni ini terinspirasi oleh kebiasaan masyarakat agraris Sunda saat berladang. Karena jarak antarladang yang berjauhan, para petani berkomunikasi dengan teriakan dan lengkingan. Dasar dari  beluk engko adalah pupuh, baik magatru, kinanti, asmarandana, sinom, dsb. 
   kesenian ini menjadi salah satu sarana penyebaran agama Islam di tatar Sunda karena syairnya sering ditulis huruf Arab berbahasa Sunda atau aksara pegon.

   Seni ini populer di kalangan masyarakat sekitar Kabupaten Bandung hingga akhir 1950-an. Beluk mengisi acara selamatan sunatan dan perkawinan, menjadi sarana masyarakat bersilaturahmi. Masyarakat dapat belajar darinya karena 
   Juru beluk dianggap terpelajar karena bisa membaca huruf arab pegon dan latin saat tak banyak orang di Kabupaten Bandung bisa membaca. Dulu, tujuh belas pupuh yang menjadi dasar dari seni ini diajarkan di sekolah rakyat.
    Seni ini hidup dan berkembang di daerah Cimaung seperti di Desa Ciawitali, Pasirhuni, dan Cimaung. Namun, yang bertahan sampai sekarang adalah di Cimaung. Dalam pementasannya, pemain dan juru alok bebas menyanyikan cerita dengan nada-nada khas, namun tidak terhalang oleh pupuh. sejak 1970-an, beluk engko tidak lagi mengisi acara-acara yang diadakan masyarakat. Pupuh Sunda juga tidak lagi diajarkan di sekolah. Hal ini membuat seni ini semakin langka. Saat ini, hanya di Kecamatan Cimaung saja .
   Abah Unen, satu-satunya pewaris kesenian ini bahkan bisa disebut generasi terakhir mengungkapkan minimnya perhatian pemerintah terhadap seni beluk engko dan eksistensi kesenian ini di daerah asalnya. Keinginannya untuk melestarikan kesenian ini juga terhalang dengan tidak adanya generasi muda yang mau belajar kesenian khas Sunda ini. Bahkan untuk saat ini beluk engko .   Bah Unen yang merupakan generasi yang melestarikan senior beluk engko ini juga mengungkapkan perasaan khawatirnya terhadap kesenian khas Cimaung ini kompilasi ditemui di kediamannya di Desa Campakamulya, "Terus terang, saya percaya, senior beluk , "ungkap Bah Unen.
    Sampai sekarang Bah Unen masih kesulitan dalam menemukan generasi penerus. Sementara ini banyak mengandung nilai dan falsafah tentang kehidupan. 
   Seni beluk engko mengangkat tentang kisah atau wawasan tentang masa kerajaan lampau yang membentuk pupuh. 
   Sampai sekarang Bah Unen masih kesulitan dalam menemukan generasi penerus. Sementara ini banyak mengandung nilai dan falsafah tentang kehidupan. 
   Seni beluk engko mengangkat tentang kisah atau wawasan tentang masa kerajaan lampau yang membentuk pupuh. Selain itu, naskah yang diterjemahkan menggunakan huruf pegon (huruf Arab) yang menerima Sunda. Karena itu, Bah Unen menentukan alasan mengapa generasi muda dan masyarakat tidak menunjukkan ketertarikannya pada seni beluk engko ini.
     "Baru-baru ini saya mentas di Babakan Siliwangi, Tamansari Bandung jelang bulan Ramadhan. Saya sangat senang, senang masih ada yang memperhatikan senior beluk engko," ujar Bah Unen.  

Penulis  : Dadan Sukarya (18123037) 
Koleksi photo : 1001indonesia.net
Sumber : wawancara Abah Unen, campaka mulya, rabu, 8 mei 2019

Selasa, 14 Mei 2019

Kesenian Goong Renteng


(koleksi  foto STSI Bandung) 

    Oke guys kali ini ada yang unik , kesenian ini sangat erat dengan ritual . Intinya sih semua kesenian tidak terlepas dari hal-hal mistis. Nah kali ini mimin akan bahas tentang “ Goong Renteng “ . Pasti temen-temen semua baru mendengarkan , sama mimin juga hihi…. Yaudah yuk kita baca Apasih itu Goong Renteng.
      Berdasarkan catatan-cacatan yang mimin baca dan dengar dari para tokoh masyarakat. Awal keberadaan atau lahirnya Goong Renteng diperkirakan pada akhir abda XVII di daerah Sukamulya yang kaya itu belum berbentuk kelurahan dan masih berbentuk desa. Bahkan namanya bukan Sukamulya tapi desa Cipanas dan berada di dalam wilayah kecamatan Kuningan.
   Kuningan merupakan bagian dari wilyah kesultanan ( sekarang Keresidenan ) Cirebon. Seoerti yang kita ketahui bahwa Cirebon merupakan sentral penyebaran dam perkembangan agama Islam. Jadi  tidak heran banyak pengaruh berbagai bidang salah satunya masalah sosial budaya yang kuat di daerah Kuningan. Dan Kehadiran Goong Renteng adalah merupakan bukti pengaruh bidang sosial budaya.
Hadirnya Goong Renteng di Kelurahan Sukamulya dibawa oleh  seorang tokoh bernama Raksaja. Beliau adalah salah satu tokoh Islam yang tinggal di desa Cipanas, Sukamulya sekarang. Goong renteng ini dibawanya dari Cirebon di beli dari Buyut Anjung (  Pangeran Pagongan ) dengan harga 750 ( tujuh ratus lima puluh ) mata uang Belanda . Untuk mendapat Goong Renteng tersebut Raksaja berupaya memesannya dalam waktu dan proses yang lama. Ini di lakukan agar Goong Renteng yang di pesan berkualitas. Dan sebelum di bawa ke Sukamulya Ia mengecek kualtasnya. Goong Renteng tersebut di buat dari perunggu.
    Setelah Goong Renteng tiba di Sukamulya. Masyarakat sangat antusias untuk belajar dan di mainkan, hingga di pentaskan. Dan setiap bulan Maulud suka di lakukan proses pemeliharaan yaitu dengan mencucinya. Biasanya setelah itu baru dipentaskan.  Dan setelah banyak perhatian dari masyarakat jadi ini menjadi budaya yang sangat unik dan menarik. 
Gimana guys seru dan membuat menasaran kan hehe……. Kita klanjut guys hehe
      Pendapat  Jaap Kunst dan Erust L.Heins pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu definisinya didasarkan  pada arti kata “ Goong “ yang diartikan dengan “ gamelan “ dan arti kata “ Renteng “  yang artinya didasarkan  pada bentuk dan penyusunan waditranya pada ancak yang disusun secara berangkai ( berjejer ).
“ Istilah Goong Renteng biasa disebut Degung Renteng, Gamelan Renteng yaitu sekelompok waditra yang perkusi  yang digunakan sebagai sarana upacara Mauludan Nabi Muhammad SAW.” ( dalam buku Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat karya Atik Soepandi. 1983:65)
Pada perkembangan tidak pernah ada kebudayaan yang statis secara absolut. Bagaimana pun juga keadaannya,kebudayaan selalu mengalami  perubahan.
Oke guys segitu dulu ya info dari mimin, kalo temen temen penasaran dengan kesenian ini datang saja ke daerah Banjaran……
Penulis : Muhamad Wildan Sopiandi (18123004)
Sumber : 1. Skripsi Kalsim (1997 )
  2. Buku Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat karya Atik Soepandi
Koleksi Photo :  STSI Bandung 

Sabtu, 11 Mei 2019

KESENIAN CALUNG



(koleksi chanel you tobe kang Yayan jatnika) 

Hallo people kali ini ada yang unik nihh hehehe..  Di baca yaa.. 
Calung terbuat dari bambu coklat kehitam hitaman atau yang disebut dengan bambu hitam. Kalau dalam Bahasa sunda “awi hideung” oleh karena itu calung terbuat dari awi wulung. Wulung itu dalam Bahasa Indonesia hitam. Dulu,sepertinya jika dalam Bahasa sunda yaitu di ti’ir menggunakan tambang,dan diikatkan kepohon lalu seblahnya diikatkan ke pinggang. Permainannya itu ditabuh hanya oleh satu orang/sendiri. Sambil ditabuh seperti gambang. Sekedar untuk menghibur diri/ perlipur lara disaatsetelah lelah bekerja. Dahulu,calung tidak berbentuk seperti sekarang ini. 


Kita angkat dari seorang legendaris calung yang akhirnya di beri gelar sebagai “Raja Calung” oleh masyarakat hingga diberi gelar oleh Universitas Padjadjaran tahun 2009 digelari “THE PENOMENON” dan yang diberi gelar sebagai Raja Calung THE PENOMENON ialah alm. “DARSO HENDARSO” mengapa beliau diberikan gelar sebagai THE PENOMENON? Karena beliau orang yang sangat fenomenal dari keberhasilannya merintis calung dan tidak tergoyahkan oleh kakaknya yang sekaligus pencipta lagu “UKO HENDARTO” beliau mendirikan calung itu tahun 1968 yang bernama Layung Sari. Dulu menghibur dari kampung ke kampung sampai akhirnya calung itu dikomersialisasikan dengan berbentuk hiburan,sering dipanggil dalam hajat hajatan serta tahun 70an diperdagangkan lewat kaset kaset pita,kaset cd,dan kepanggung panggung. Dalam Layung Sari tersebut penata gendingnya ialah Uko Hendarto kakaknya. Di daerah kampung cibarengkok kecamatan sukajadi yang sekarang menjadi jalan Pasteur doktor junjunan dan disitulah berdiri “Layung Sari”.  Guys kenal Darso??? Pasti dong..  Banyak karya juga liat aja di youtube banyak lohhh..  Hihi

  Dulu, pertunjukan calung itu dulunya sebagai media hiburan,sering disempilkan sempal guyon/lawakan lawakan dan melihat dari perkembangan masa ke masa pertunjukan calung semakin booming sekali apalagi ketika telah banyak kaset kaset dan cdcd calun,juga panggungan hingga ke beberapa daerah jawabarat. Perkembangannya sangat pesat dan ditampilkan oleh seorang legendaris  calung sampai sangat laris ke pelosok pelosok daerah terpencil. Dan bukan hanya di panggung saja,calung pun sering digunakan dalam ceremonial ceremonial atau acara event besar. Dan sekarang calung tidak hanya di kampung kampung saja. Seperti event pemerintahan dll. Perkembangan sekarang ada penambahan waditra seperti bas gitar melody suling saxophone dll,tetapi lebih didominankan calung. Pertunjukan calung,di modifikasi dan di modernisasikan.  
Calung itu pernah merajai disetiap pertunjukan apalagi di hajatan hajatan. Pertunjukannya tidak hanya siang,calung pun bisa di tampilkan pada malam hari dan justru lebih sering ditampilkan pada malam hari. Lalu perkembangan calung dilanjutkan pada tahun 1963, bentuk permainan dan tabuhan calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan kawan dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk) dan diantara tahun 1964-1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman,Ia Ruchiyat,Eppi K., Enip Sukanda,Edi,Zahir,dan kawan kawan) 


Perkembangan kesenian calung begitu pesat di jawa barat,bentuk kreatifitas dalam seni pertunjukan calung semakin bervariasi dengan beberapa menambahkan alat music dalam calung,misalnya kosrek,kecapi,piul(biola) dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan,sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal seperti Adang Cengos dan Hendarso. Pengen liat video nyaa..  Langsung aja ke chanel you tobe kang Yayan jatnika okeeeeeeee......  Guys.... 


Penulis : Muhammad Bielsha Rizhan Jatnika ( 18123040) 
Sumber : Yayan Jatnika 
Koleksi photo dan video : Yayan jatnika 

Kesenian Ronggeng Gunung




(koleksi photo dan video dari Teh Dessy) 


Hai teman-teman pasti sudah tidak asing lagi mendengar Kesenian Ronggeng Gunung terutama didaerah Pangandaran. Apalagi yang asli orang sana hihi..  Kali ini mimin akan bahas nihhh... 
Ronggeng Gunung adalah sebuah kesenian tari yang tumuh berkembang di wilayah Ciamis Selatan dan Pangandaran, yaitu seperti daerah Payutran,Ciparakan,Banjarsari,Burujul,Pangandaran dan Cijulang.
Oh iyah, secara umum kesenian ini hampir sama dengan ronggeng pada umumnya loh teman-teman! Yakni dicirikan dengan penampilan satu orang atau lebih penari yang dilengkapi dengan alat musik dan nyanyian atau kawih pengiring.
Ronggeng adalah perempuan yang memiliki banyak peran dalam kesenian ronggeng gunung. Dalam setiap pertunjukan kesenian tersebut, dia akan bertindak sebagai penari sekaligus sebagai penyanyi (juru kawih). 
Menurut Bu Raspi dan Dessy Sri Rahayu yang sekaligus pelaku dari kesenian ini menyatakan bahwa Ronggeng Gunung ini tercipta dari kisah seorang Putri (Dewi Siti Semboja) anak ke-38 Prabu Siliwangi yang dimana seorang kekasihnya dibunuh oleh  sekelompok prompak Kalasamudra “(kasian yah ()”

Mimin ceritain lagi yah teman-teman biar kalian tahu!
Pada saat itu pangeran Anggalarang dan Dewi Siti Semboja beserta pasukan sedang dalam perjalanan dari Ciamis menuju Pangandaran. Ketika di tengah perjalanan merekan dihadang oleh perompak kalasamudra, terjadilah pertempuran antara kawanan perompak dan pasukan Anggalarang. Pertempuran itu menyebabkan pangeran Anggalarang terbunuh oleh kawanan perompak, melihat kejadian tersebut Dewi Siti Semboja berlari menuju kaki Gunung dan bersembunyi sselama beberapa hari. Dewi Siti mempunyai rasa dendam kepada perompak tersebut, kemudian dia mempelajari tarian Ronggeng Gunung dan menyamar sebagai penari. Pada saat yang ditunggu tiba, Dewi Siti dapat undangan untuk menari ditempat Kalasamudra dan disitulah dendam terbalaskan.

Konon katanya cerita tersebut diyakini benar adanya oleh masyarakat karena warga menemukan artefak alat musik yang sudah lama terkubur. Contohnya, seperti gong.
Alat musik yang digunakan dalam Ronggeng Gunung hanya beberapa saa, yaitu terdiri dari gong,kendang dan ketuk saja. Namun seiring berjalannya waktu Ronggeng Gunung  sudah menggunakan seperangkat gamelan. Pemain Ronggeng Gunung terdiri dari 6 orang, kemudian untuk juru kawih dari Ronggeng Gunung mengambil orang yang sudah matang atau lanjut usia. 
Menurut Dessy Sri Rahayu ia merupakan penari Ronggeng gunung menyatakan bahwa pada jaman dahulu menjadi penari Ronggeng Gunung tidaklah mudah “ ketika ingin belajar tari Ronggeng Gunung saya harus melalui proses panjang dan melelahkan. Kemudian calon penari harus tinggal di rumah sang guru selama 3 bulan lamanya” ucap Dessy. Untuk menjadi penari ronggeng tidak ada batasan usia, untuk anak-anak dibawah umur juga diperbolehkan untuk menjadi penari ronggeng Gunung. 
Tari ronggeng gunung berfungsi sebagai penghibur dimasyarakat setempat. Selain menghibur tari ini juga sebagai pengantar upacara adat. Seperti, khitanan,perkawinan , panen pare,dan lain-lain. 
Penulis : Baldan Ramdlan Rifano ( 18123016)
Sumber : Teh Dessy dan  Bu Raspi
Koleksi Photo dan Video : Teh Dessy