Rabu, 19 Juni 2019

KARINDING NYENGSOL

(Koleksi photo Pribadi) 

     Karinding Nyengsol…sebuah kelompok seni yang berada di Desa Winduraja, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis yang mengankat suguhan seni buhun. Karinding adalah sebuah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu, kemudian cara memainkannya juga hanya dengan sedikit pukulan jari di ujungnya, yang di posisikan pada mulut kita supaya getaran bambu tersebut mengeluarkan bunyi. 

Alat musik seperti ini sebetulnya ada di seluruh dunia termasuk diantaranya Indonesia, kemudian di Indonesia sendiri banyak tempat yang memiliki alat musik ini namun mungkin namanya berbeda. Kebetulan di Jawa Barat alat musik ini adalah Karinding.
Karinding adalah alat bunyi bunyian dalam karawitan sunda yang dibuat dari pelepah aren atau bambu, dibunyikan dengan pukulan jari tengah dengan rongga mulut sebagai resonator. Dahulu dipergunakan sebagai sarana hiburan para penggembala kerbau atau kambing di kampung kampung. 
Selain itu Karingding awalnya dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari. Sebagai media hiburan dan media komunikasi pada masyarakat tradisional. Selain itu juga alat musik tradisonal digunakan sebagai pelengkap upacara adat baik tarian, nyanyian hinga pada upacara kematian

Oh iyah teman-teman kenapa kesenian di Winduraja ini memakai nama “Nyengsol”. Apakah ada maksud atau arti dari “Nyengsol” tersebut, menurut ketua kelompok karinding Nyengsol Atus Gusmara mengatakan kepada para netizen 😁, bahwa Nyengsol memang mengandung arti, karena Nyengsol adalah singkatan dari “ Nyungsi Eusi Ngaguar Seni Olah Laras” maksudnya adalah mencari isi seni jaman dulu dengan mengolah laras lagu, lebih luasnya menyelaraskan masa lalu dengan masa kini supaya budaya masa lalu jangan sampai hilang oleh budaya masa kini yang perlahan-lahan menindas seni budaya lokal.

Hampir lupa nih, mengapa kesenian ini memakai kostum berwarna hitam, beriket kepala dan tampak seperti orang-orang jaman dulu? menurut warga setempat sekaligus pelaku kesenian karinding nyengsol mengatakan bahwa kesenian karinding sendiri merupakan kesenian buhun. Sehingga kesannya seolah-olah sakral, padahal tidak.

“rasanya kurang pas kalau pemain karinding memakai kostum rock atau grup band masa kini, karena pada jaman dahulu kostum orang sunda seperti itu, ya kita menyelaraskan dengan jaman itu ke jaman sekarang, orang-orang jaman sekarang memakai pakaian orang dulu”.

menurut Atus Gusmara menyatakan bahwa Karinding Nyengsol tidak ada sesuatu yang sakral atau mengandung ritual apapun, kariding nyengsol murni sebuah kelompok seni yang mengangkat seni tradisi, dari karinding, celempung, perkusi, dan beberapa kesenian yang di dominasi oleh bahan baku dari bambu.

Karinding bukannya berdiri sendiri, melainkan dipadu dengan apik oleh alat musik kekinian, namun dibuat dan dimodivikasi menggunakan bambu, seperti gitar, bass, celempung, trompet, suling dan beberapa lagi. Bahkan termasuk tempat penyimpanan karinding itu sendiri terbuat dari bambu yang diukir dihias menjadi buah tangan sebagai oleh-oleh khas daerah Kawali.

Penulis : Baldan Ramdlan Rifano (18123016) 
Sumber : Mang Atus Gusmana
Sumber photo : Pribadi

Senin, 20 Mei 2019

Kesenian Celempungan

(koleksi photo : https://www.google.co.id/url?q=https://budaya-indonesia.org/Kesenian-Celempungan/&sa=U&ved=2ahUKEwi8o7b2yaniAhXTF3IKHb1YDcwQFjADegQIBhAB&usg=AOvVaw3MFHYFVFcAAMWG3e4hZ7kX) 

Celempungan adalah ke senian tradisional jawa barat yang merupakan  bagian perkembanga dari celempung. Celempungan merupakan kesenian sekar gending yang berada di daerah Subang kampung adat Banceuy, dan tersebar diperkampuang atau di sekitaran perkampungan tatar sunda. Biasanya lkesenian celempungan bisa disaksikan atau di pertontonkan di acara-acara hajatan seperti pernikahan,khitanan,dan juga ada diupacar- upacara  lainnya yang dianggap penting. Didalam kesenian celempungan ada alat alat musik yang digunakan seperti Kacapi,Rebab,Celempung,dan Gong buyung
Ada beberapa fungsi yang harus dimainkan intrumen tersebut adalah
-Kacapi ,sebagai melody atau pengiring lagu
-Rebab,sebagai melody lagu yang mengikuti lagu sengingga dapat memperindah lagu
-celempung, sebagai pengatur irama dalam gending atau lagu
-Gong Gong buyung, sebagai penegas lagu

Instrument celempung terbuat dari bambu. Celempung tergolong instrument bambu yang satu rumpun dengan Karinding, toleat, dan lainnya. Istulah celempung merupakan tiruan dari percikan air yang dimainkan oleh para gadis ketika mereka mandi disungai, mereka biasa memukulkan tangannya kepermukaan air sungai . sehingga dapa tmenghasilkan bunyi ”celem-pung”

Penulis : Muhammad Bielsha Rizhan Jatnika (18123040)
Sumber dan koleksi photo : https://www.google.co.id/url?q=https://budaya-indonesia.org/Kesenian-Celempungan/&sa=U&ved=2ahUKEwi8o7b2yaniAhXTF3IKHb1YDcwQFjADegQIBhAB&usg=AOvVaw3MFHYFVFcAAMWG3e4hZ7kX

Tari Parebut Seeng

                       
(Sumber Foto : indotravelers.com) 

  Jadi gini teman teman kali ini saya akan membahas tentang Kesenian Tari Parebut Seeng.kita langsung bahas saja.

Tari Parebut Seeng  itu seni pertunjukan yang bersifat presentasi estetis, ide garapannya juga dilatarbelakngi oleh upacara adat Parebut Seeng yang bersifat ritual yang bertempat di Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Nah Dulunya itu pertunjukan seni ritual, dimana aspek - aspek  pertunjukan kurang diperhatikan. Pesilat yang berperan dalam Parebut Seeng hanya dua orang laki-laki, dan iringan musik pun menggunakan alat musik yang selalu digunakan untuk pencak silat.Kedua petandangMereka maju ke kalangan, memasang kuda-kada dan sebelum mereka beradu ketangkasan, terlebih dahulu mereka sambil memperlihatkan jurus-jurus silatnya. Setelah itu mereka beradu ketangkasan dengan cara saling pukul, saling tendang, dan masing-masing berusaha untuk menangkis dan menghindar setiap serangan lawan. Jawara Yang satu berusaha untuk mempertahankan seeng yang digendong dan Jawara yang satunya lagi berusaha untuk merebutnya. Pergulatan itu akan berakhir jika Jawara dari salah satu pihak yang berusahacalon pengantin wanita dapat merebut menyentuh seeng tersebut. dapat menyentuh seeng yang digendong di punggung salah seorang pesilat. 
Jika seeng telah dapat direbut atau ditepak, maka pergulatan dihentikan dan acara pun dilanjutkan dengan seserahan, yakni menyerahkan calon pengantin pria dan seluruh barang yang dibawaannya pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita. Barang-barang yang dibawa antara lain berupa makanan yang ditandu dalam dongdang, alat-alat dapur, pakaian, kambing, kayu bakar, sirih-pinang, dan sebagainya. Setelah itu barulah akad nikah dilaksanakanmulai. 
Setelah akad nikah selesaidilaksanakan, biasanya dilanjutkan dengan ngeuyeuk seureuh, dan sawer panganten, yang kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa tari-tarian Pencak Silat gaya aliran Cimande. Sangat berbeda yah guys dengan bentuk penyajian seni pertunjukan Parebut Seeng saat ini.  Bentuk penyajian seni pertunjukan Parebut Seeng dibawakan secara berkelompok oleh penari laki-laki dan penari perempuan guys, dengan membawa seeng. Dengan iringan musik gamelan berlaras salendro, dan musiknya lebih meriah. Ini berarti, penyajian seni Pertunjukan Parebut Seeng merupakan seni pertunjukan yang tidak menghilangkan kekhasan dari kesenian tersebut, yaitu Seeng. 
         Ada juga Busana nya yang digunakan pada Tari Parebut Seeng yang bersifat ritual seadanya loh guys. Sedangkan dalam seni pertunjukan Parebut Seeng saat ini, rias digunakan dalam upacara adat Parebut Seeng menggunakan kampret, pangsi, dodot dan iket. Sedangkan pada seni pertunjukan 57 Parebut Seeng saat ini adalah busana tradisional rakyat yang dimodifikasi. Ini dapat terlihat dari penggunaan warna, dan busana yang dipakai. Mengingat banyaknya seni tradisi yang berkembang di masyarakat, seyogyanya para pelaku seni terus mengembangkan pengemasan tari yang berpijak dan berakar pada seni tradisional yang berkembang di Sukabumi, demi mengupayakan pelestarian seni tradisi yang masih bisa diperkenalkan, meskipun dalam kemasan yang berbeda. Selain itu, diharapkan pengemasannya yang akan datang lebih modern, sehingga generasi muda tertarik dan mau melestarikan bentuk-bentuk tari yang lainnya. Selain itu peran pemerintah, khususnya Pemerintah Sukabumi setempat senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat luas, seniman, serta lainnya, agar mau melestarikan seni tradisi setempat salah satunya dengan mengemas seni tradisi tersebut menjadi bentuk seni pertunjukan. Mengingat banyaknya lembaga pendidikan formal, seyo gyanya mau mendukung dalam melestarikan Parebut Seeng khususnya seni tari tradisional yang ada di Jawa Barat untuk diterapkan sebagai materi bahan ajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). 
       Tarian ini karya Rudi Kurniawan dan Toto Surgiarto dengan penata gending Ujang Hendi dari Sanggar Anggitasari. Tarian ini pertamakali digelar pada acara Feestival Tari Kreasi Tingkat Profesial Jawa Barat tahun 2004, telah meraih juara umum untuk wakil ke parade Tari Nusantara.  Kesenian Tari Parebut Seeng Merupakan salah satu kesenian yang besifat ritual yang dilatarbelakangi oleh Upacara Adat dan tariannya juga,  diiringi oleh musik Gamelan yang berlaras Salendro dan dipakai untuk acara Pencak Silat.
Nah......jadi gitu guys itulah kesenian Tari Parebut Seeng semoga bermanfaat yah...sekian dan terimakasih.
Penulis : Ragil Isnu Muharram (18123033) 
Sumber: https://www.inisukabumi.com/2014/04/tari-parebut-seeng.html?m=1
 Sumber Foto : indotravelers.com

Kesenian Surak Ibra

(Instagram @melonggarut) 

Surak Ibra, juga disebut Kesenian Boyongan atau Boboyongan, memiliki ciri khas adanya seorang pemain atau tokoh yang diboyong (diangkat-angkat hingga dilempar tinggi-tinggi dan ditangkap kembali) oleh pemain-pemain lainnya. Semarak, gembira, dan kolosal adalah ciri khas pertunjukkan ini. Selain memboyong, para pemain yang berjumlah 30 hingga 60 orang ini juga memeragakan gerakan Pencak Silat lengkap dengan iringan kendang pencaknya.

Jumlah pemain Surak Ibra yang tergolong banyak ini mencerminkan semangat persatuan dan gotong royong. Pemain yang diboyong juga adalah simbol seorang tokoh pemimpin yang mempersatukan masyarakat. Sepintas Surak Ibra nampak seperti penggalan momen penyambutan kemenangan seorang tokoh oleh sejumlah pendukungnya. Memang, dulu seni tradisional Surak Ibra ini merupakan suatu sindirian terhadap pemerintahan Belanda yang bertindak sewenang-wenang kepada pribumi, sekaligus untuk memupuk motivasi masyarakat agar mempunyai pemerintahan sendiri hasil gotong royong bersama.

Kesenian ini berasal dari tempat tinggal saya tepatnya di Kp. Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja ini merupakan hasil ciptaan Raden Djajadiwangsa, Putera Wangsa Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Raden Papak. Makanya kesenian ini juga kental kaitannya dengan Makam Cinunuk dan Kasepuhan Cinunuk. Dulu sekitar tahun 1910 di Kasepuhan Cinunuk dibentuk sebuah organisasi masyarakat yang bernama Himpunan Dalem Emas (HDE) yang turut serta ngamumule (melestarikan) Surak Ibra. Namun organisasi ini kemudian bubar di tahun 1948.

Jaman dulu kesenian surak ibra biasanya di gunakan di di pesta pesta atau terakhir kali saya melihat adalah saat hari jadi garut. Kebanyakan kegiatan ini dilakukan di acara 17 agustus dimana hari kemerdekaan indonesia, pesta raja, atau dalam rangka pesta rakyat biasanya.
Permainan surak ibra ini biasanya melibatkan 40-60 orang beris banjar dengan posisi berkuda dan meragakan bela diri silat lalu diikuti oleh beberapa penari biasanya pria menggunakan baju kuning dan wanita menggunakan baju merah (pangsi). Salah seorang menjadi komando untuk mengomandokan orang orang yang ada untuk menginstruksikan musik pengiring ditabuh serempak (biasanya lagu Golempang) bersambung dengan sorak-sorai yang meriah. Musik dan suara sorak ini menciptakan suasana yang meriah dan dinamis. Musik pengiring kesenian ini ketika tampil secara umum hampir sama dengan pengiring Kendang Pencak, hanya ditambah angklung dan dogdog sebagai pelengkap.
Setelah itu mereka melakukan formasi-formasi tertentu dengan gerakan-gerakan pencak silat. Pada saat mereka membuat formasi lingkaran, salah seorang pemain bertindak sebagai tokoh yang akan diboyong (diangkat-angkat). Ketika lingkaran semakin menyempit tokoh tadi diangkat oleh para penari Surak Ibra lainnya, diikuti musik dan sorak sorai yang semakin meriah.
Di atas tangan-tangan pemain yang lain, sang tokoh ini menari-nari dan berpindah-pindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, kadang tinggi sekali melambung ke atas, sorak sorai pun semakin ramai. Biasanya setelah atraksi Surak Ibra yang memukau itu, para pemain kembali ke formasi semula.


Berikut adalah foto hj rudi sebagai bupati garut di hari jadi garut ke 204 
Kesenian yang memiliki pesan gotong royong ini kini tergolong pada kesenian yang langka dan terancam punah. Hal ini disebabkan karena sulitnya regenerasi dan derasnya arus globalisasi. Kini beberapa pewaris kesenian ini juga sudah memasuki usia senja dan kesulitan untuk meremajakan kesenian ini.
Penulis : Moch. Dava RM (18123030) 
Sumber : http://www.jelajahgarut.com/surak-ibra-khas-garut/
Sumber foto : Instagram @melonggarut

Kesenian Gaok Majalengka



(koleksi foto dokumentasi didi wiardi) 

     Istilah gaok merupakan istilah kesenian Beluk yang ada di daerah Majalengka, yang lahir dan berkembang dari kebiasaan masyarakat pada zaman dahulu yang kebanyakan bermata pencaharian dengan bercocok tanam di huma. Pada masa itu secara tidak sengaja orang menemukan keindahan suara saat mereka saling berkomunikasi dari huma yang satu dengan huma yang lainnya, yang pada saat itu merupakan hutan belantara. Namun pada perkembangan selanjutnya setelah pengaruh wawacan masuk ke daerah Majalengka, kesenian Gaok sering dipergunakan dalam pementasan baca wawacan yang dilagukan.
Kebiasaan membaca wawacan adalah kebiasaan masyarakat Sunda tempo dulu di daerah Kulur Kabupaten Majalengka, yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang saat mereka ada di rumah sebelum tidur. Karena pada waktu itu jarang sekali hiburan, maka orang-orang lebih senang berdiam di rumah atau melakukan kunjungan pada kerabat atau tetangga terdekat. Biasanya orang yang mempunyai keahlian dalam membaca wawacan dan melantunkan tembang pupuh akan menjadi sasaran kunjungan orang lain yang sering mendengarkannya.
Fungsi kesenian Gaok dalam kehidupan masyarakat antara lain :
Fungsi Sebagai Ungkapan Emosional
        Ungkapan emosional yang dimaksud disini adalah ekspresi jiwa seniman dalam menghayati proses penyajiannya. Dalam kesenian Gaok ungkapan emosional tidak hanya dimiliki oleh penonton tetapi lebih didominasi oleh penyajinya.
Fungsi Kenikmatan Estetik
        Fungsi kenikmatan estetik yang dimaksud adalah bagaimana merasakan keindahan dalam suatu bentuk seni. Keindahan dalam bentuk seni ini sangat beranekaragam jenisnya seperti keindahan dalam suara, gerak, warna, dan sebagainya. Dalam kesenian Gaok penghayatan estetik sangat terlihat melalui kualitas suara penembangnya.
Fungsi Sebagai Hiburan
         Fungsi seni sebagai hiburan maksudnya bahwa kesenian yang disajikan ditujukan atau bermanfaat bagi pemenuhan batin seseorang yang dapat menimbulkan rasa senang atau bahagia bagi jiwanya. Hiburan tersebut bisa ditujukan untuk senimannya bisa juga untuk masyarakatnya, khususnya penikmatnya. Semua jenis kesenian berfungsi sebagai sarana hiburan bagi masyarakatnya begitu pula dengan kesenian Gaok yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa kesenian Gaok merupakan kesenian yang pada awalnya lahir dan berkembang dari kebiasaan masyarakat pada waktu itu, yang ketika itu belum banyak hiburan seperti sekarang.
Fungsi Komunikasi
         Yang dimaksud fungsi seni sebagai sarana komunikasi adalah bahwa seni merupakan sarana untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi tentang sesuatu. Kesenian tradisi pada umumnya selalu melibatkan kata-kata dalam penyajiannya, seperti halnya kesenian Gaok yang merupakan salah satu kesenian yang dalam penyajiannya dominan menyajikan unsur vokal manusia (sekar) dengan membawakan suatu cerita dalam bentuk lirik pupuh (wawacan).
Fungsi Representasi Simbol
         Mengulang dari pernyataan Alan P. Meriam, bahwa semua musik di masyarakat berfungsi sebagai lambang dari hal-hal atau ide-ide dan tingkah laku masyarakatnya. Sebelum kesenian Gaok dipentaskan biasanya didahului dengan penyediaan sesajen, dimana sesajen itu merupakan simbol-simbol/lambang hidup manusia yang mengandung petuah didalamnya.
Fungsi Memperkuat Konformitas Norma-norma Sosial
         Kesenian (seni karawitan) khususnya yang mengandung unsur sastra (rumpaka) di dalamnya secara tidak langsung akan memberikan manfaat terhadap pemenuhan sikap dan jiwa manusia (penonton). Kesenian Gaok yang dalam penyajiannya menghadirkan tembang wawacan, didalamnya berisi lakon dan tokoh-tokoh yang menggambarkan kehidupan manusia.
Fungsi Pengesahan Institusi Sosial dan Ritual-ritual
         Yang dimaksud dengan fungsi seni sebagai pengesahan institusi-institusi social dan ritual-ritual adalah bahwa seni berfungsi sebagai sarana pendukung pada suatu acara dalam kehidupan social dan pendukung dalam menunjang suatu kepercayaan adat.
Fungsi Sumbangan pada Pelestarian serta Stabilitas Budaya
         Musik menjamin kesinambungan dan stabilitas kebudayaan sampai generasi penerusnya, Musik merupakan salah satu bagian dari kesenian, sedangkan kesenian merupakan salah satu unsur dari kebudayaan.
Fungsi Pengintegrasian Masyarakat
         Keberadaan kesenian dalam masyarakat akan bermanfaat bagi keberlangsungan suatu masyarakatnya khususnya dalam mempererat tali persaudaraan antar sesame manusia. Kesenian Gaok mengandung fungsi pengintegritasian masyarakat, karena ketika seni berlangsung penonton secara bersama-sama mendengarkan dan mengikuti jalan cerita yang ada dalam wawacan.
Tokoh-tokoh Kesenian Gaok
Bapak Jaya
Bapak Wardi
Bapak Kari
Bapak Sukarta
Bapak Rukmin
Bapak Domo
Cara Penyajian Kesenian Gaok
         Cara penyajian kesenian Gaok sampai saat ini masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang sudah ada dari sejak dahulu. Ketentuan-ketentua n itu dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Dalam penyajiannya tentunya ada beberapa hal yang menjadi ketentuan umum, baik dalam penyajian yang isinya dongeng maupun wawacan yang isinya mengenai sejarah Islam atau hikayat, di antaranya adalah :
Etika Penyajian
Pemain
Waktu
Teknis Penyajian

Penulis : Meidasari (18123024) 
Sumber : Skripsi Jojo (9822033)
Keterangan foto : foto dokumentasi didi wiardi

Topeng Banjet Karawang

( Koleksi http://ethnic-unique.blogspot.com/2012/12/) 

Hy guy.... Ada yang  unik nihhhhhh.... 
Topeng banjet adalah teater rakyat khas karawang. Kekhasannya tampak pada gerakan tarinya. Yang cenderung erotis, sehingga sering disebut goyang karawang. Selain tariannya yang erotis, lawakannya juga cenderung lugu, apa adanya. Cerita yang dimainkannya pun sangat akrab dengan persoalan masyarakat karawang. Banjet identik pula dengan doger yang menunjukan pada sebuah tontonan yang menampilkan ronggeng dan diiringi oleh gamelan yang dinamis.
Asal-usul banjet tampaknya dapat diteliti dengan melacak asal-usul lagu-lagu banjet yang asli. Jika kita memperhatikan lagu-lagu banjet yang asli, terutama lagu alieu, ternyata cenderung dinamis. Musikalitas semacam ini disebut musikalitas carabalen (cara babalean, musik penghantar/penyambu ketika tamu datang). Hal lain yang terekam dari penampilan topeng banjet adalah adanya adanya gairah kebebasan, emosi, keramah-tamah, keceriaan, kesederhanaan dan spontanitasyang tinggi. Ini menjadi penanda bahwa ada kedekatan antara topeng banjet dengan gairah seni pertunjukan yang berasal dari Bali.
Sejalan dengan perubahan zaman, banjet kini memiliki wilayah sebaran yang cukup luas, antara lain Bekasi, Bogor Utara, Purwakarta, Subang, dan bahkan Priangan. Sekitar 1919-1930, tercatat ada 7-10 kelompok topeng banjet yang aktif menjalankan tradisi ngamen. Proses pewarisan pun berjalan alamiah. Walaupun kemudian terjadi pasang-surut, yang akhirnya hanya menyisakan beberapa kelompok banjet yang masih mencoba bertahan. Misalnya, kelompok topeng banjet Asmu (pendul, dan sekarang menjadi topeng jalan pendul putra), kelompok topeng banjet Dasim menjadi topeng banjet reman, topeng banjet tinggal menjadi topeng banjet Baskom, topeng banjetsapar menjadi topeng banjet Alisyaban (sekarang menjadi dua kelompok, yakni topeng banjet Ijem dan topeng banjet Askin). Kelompk-kelompok banjet ini adalah kelompok-kelompokyang menonjol dan cukup populer di masyarakat. Namun, terdapat realitas lain dimana  dinamika kelompok-kelompok banjet ini mendorong tumbuh-kembangnya kelompok-kelompok baru yang memang tidak atau belum sepopuler mereka. Jumlahnya antara 15-20 kelompok. Kelompok-kelompok banjet baru ini tersebar di beberapa kecamatan di kabupaten Karawang, seperti Karawang, Teluk Jambe, Klari, Cikampek, Cilamaya, Telagasari, Rawamerta, Pedes, Batujaya, Rengasdengklok, Tempuran dan Cibuaya. 
Seperti umumnya teater rakyat, banjet memiliki waktu pertunjukan hampir sama, mulai sekitar pukul 21.00 hingga pukul 05.00 dini hari. Pertunjukan banjet diawali dengan prapertunjukan, yaitu kegiatan ngukus (membakar kemenyan), yang biasanya dilakukan oleh pimpinan kelompok yang dituakan. Pimpinan itu berpakaian dan berikat kepala putih seperti seorang pedanda bali, kemudian diikuti dengan naptu (memukul goong dengan jumlah pukulan dihitung berdasarkan atau menurut hari pasaran, bilamana banjet dimainkan hari Senin gong dipukul 4 kali, Selasa 6 kali, Rabu 7 kali dan seterusnya). Di samping itu, beberapa kelompok banjet sering pula melakukan acara nyekar ke makam Bang Pendul. Khusus untuk keluarga Bang Pendul, mereka melakukan sesaji peninggalan  (semacam sedekah, yang dilaksanakan secara rutin setiap bulan mulai tanggal 1-9 bulan jawa). Alasan mengapa mereka melakukan sesaji itu tidak banyak dikemukakan, kecuali menjalankan tatali paranti karuhun (apa yang sudah diwariskan oleh orang tua mereka). Mengenai tempat pertunjukan, bagi seniman banjet tidak jadi masalah. Mereka dapat melakukan pertunjukan dimana saja, asal memadai untuk sebuah pertunjukan, seperti tanah lapang, halaman rumah, panggung sementara, atau panggung di sebuah gedung. 
Topeng banjet biasanya menggunakan bahasa sunda khas Karawang. Namun, dalam lawakan, mereka memakai bahasa yang berbeda. Bahasa lawakan dapat dibagi menjadi tiga: kelas bawah,kelas menengah,dan kelas atas. Mengapa begitu?Supaya menghasilkan konsep perlakuan dari tindakan dimana mereka mampu menggunakan bahasa yang mereka anggap cocok untuk konsumsi penontonnya. Karena mereka tidak melakukan pertunjukan di desa saja, tetapi juga mengisi acara dikantor pemerintah. 
Topeng banjet biasa menggunakan waditra yang sederhana,prakis dan mudah dibawa. Jenis waditranya sekarang mengalami pertambahan dibanding dengan masalalu. Pada masalalu (sekitar 1910), waditra yang digunakan hanya tiga ketuk,satu kenong dan kempyang,satu gong besar,satu rebab,satu kecrek,satu kendang besar. Kemudian sekitar 1925, jenis wditra yang digunakan bertambah satu yaitu katipung(kendang kecil). Kemudian sekitar 1928, waditranya bertambah tiga, katipung,kempul dan kecrek. Sekarang, waditra yang digunakan ada satu rebab, satu kendang besar, dua kendang kecil, tiga ketuk, satu kempul, goong buyung (goong duduk) dan satu kecrek. 
Jenis lagu-lagu dalam topeng banjet dibagi menjadi dua, yaitu khusus dan umum. Lagu-lagu khusus(utama) antara lain tatalu panjang, tatalu pendek, gonjingan, lipet gandes, sakoci, enjot-enjotan, karamat karem, cenat manis, persi mahyat, persi bener, jali-jali,tihang layar, aileu (arileu) dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan lagu-lagu umum adalah lagu-lagu yang pernah populer dimasyarakat luas. Diantaranya sulanjana, gaplek, buah kawung, geboy dan lain-lain. 
Rias dan busana. Mereka memilih busana sehari-hari yang sesuai dengan keseharian mereka didesa. Atau, kalau hanya untuk menunjukan tingkat sosial tertentu, cukup memakai tpi dan jas. Untuk ronggengnya, mereka tetap menggunakan busana seorang penari, yaitu kembang topeng (mahkota lebar seperti niru kecil berbunga-bunga dan berumbai), toka-toka (kain selempang menyilang dada), andong (baju panjang tangan pendek berwiru), pending (ikat pinggang logam), ampreng (kain bersulam yang terletak sejajar dengan pusar), kewer (selendang sutera di kiri-kanan pinggang), ditambah kipas. 
Topeng banjet Karawang sejak dulu, bahkan sampai sekarang, masih digunakan oleh masyarakat karawang terutama di desa-desa sebagai sarana pelengkap upacara hajat bumi, atau upacara perputaran waktu, yaitu pada waktu musim turun nyambut (membajak) dan ngajemput cai (menjemput air) dari irigasi. Topeng banjet digunakan pula sebagai pelengkap upacara daur hidup, seperti ngayun (40 hari bayi), sunatan anak laki-laki, perkawinan, syukuran, ruwatan (upacara penolak bala). Khusus dikota dan dikampus atau dikantor pemerintahan/swasta pertunjukan topeng banjet hanya dipertontonkan sebagai hiburan semata. 
Penulis : Maya Karisma (18123023) 
Sumber : Buku Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Penyusun (Ganjar Kurnia dan Arthur S. Nalan). 
Gambar diambil oleh  http://ethnic-unique.blogspot.com/2012/12/  

Kesenian Bajidoran

(Koleksi photo Nina Amelia) 


   Bajidoran adalah bentuk kesenian rakyat yang tumbuh dan berkembang di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Barat, khususnya di daerah Subang dan Karawang.

   Tanda-tanda kemunculan bajidoran diduga tumbuh sekitar tahun 1950-an, diawali dengan maraknya pertunjukan wayang golek  yang disertai tari-tarian.pada saat itu pertunjukan wayang golek sangat digandrungi  masyarakat, yang dalam pertunjukannya sering di embel-embeli dengan permintaan lagu dari para penonton.
   Pada perkembangan nya, dalam acara kliningan dalam wayang golek tersebut, muncul penonton yang sengaja menari menimpali lagu yang sedang di lantunkan, dan ternyata mereka adalah jago-jago ngibing pada ketuk tilu. Lama kelamaan sajian kliningan tersebut makin banyak sehingga pertunjukan wayang sering kali di dominasi oleh permintaan lagu.Kadang-kadang para dalang pemegang tetekon “aturan pokok dalam pedalangan” merasa kurang di hargai dan menolak pertunjukan bila permintaan lagu dari penonton tidak di batasi. Pada saat itu sering kali pertunjukan kliningan-nya, misalnya dari jam delapan hingga jam dua belas malam mempertunjukan wayang golek, sisa waktu selanjutnya hingga menjelang pajar diisi oleh kliningan. Peristiwa semacam itu di anggap kurang baik oleh beberapa kalangan, maka atas kesepakatan  para seniman dengan pembina kesenian daerah, kliningan di pisahkan dari sajian wayang golek. Perkembangan selanjut-nya kliningan menjadi bentuk kesenian mandiri yang kemudian di kenal dengan istilah bajidoran. 
    Bajidoran adalah sebutan bagi orang yang suka bajidoran, dalam arti mereka yang aktif ikut terjun di dalamnya. Diperkirakan pengertian bajidor muncul dari kependekan banjet, tanji , dan bodor (karena di dalam bajidoran terdapat lawakan). Hal itu terbukti dari tari-tarian yang diungkapkan oleh para bajidor itu mengundang gerak-gerik humor yang sering dilakukan oleh para tokoh bajidor yang masih ada sekarang, seperti Abah Gunawan, Wa Arsim, Wa Tirta, dan Wa Atut.
   Bajidoran merupakan sajian tari yang diiringi seperangkat gamelan berlaras salendro. Pelaku utama dalam pertunjukannya adalah sinden dan bajidor yang didukung oleh nayaga. Bajidor biasanya diselenggarakan dalam pesta syukuran (perkawinan,khitanan,dan sebagainya), atau acara syukuran lainnya yang berkaitan dengan upacara ritual (hajat bumi, panen, dan lain sebagainya). Yang menarik dari pertunjukan ini yaitu ada pada sosok sinden atau ronggeng yang digandrungi oleh para bajidor atau orang yang gemar menari atau ngibing di pakalangan atau dalam bahasa sunda sering diartikan mencug (arena pertunjukan), para penonton yang gemar menari memesan lagu serta memberi saweran kepada penari. Pertunjukan bajidoran umumnya digelar dalam dua bagian, yaitu pertunjukan siang dan malam hari. Sebagai tanda akan dimulainya sajian kliningan-bajidoran, disajikan musik instrumental pembukaan yang disebut tatalu. Gending ini seolah-olah memanggil dan memberi tahu khalayak bahwa pertunjukan akan dimulai. 
   Bentuk kesenian bajidoran mampu bertahan hidup karena keberadaannya yang cukup fleksibel, dapat menyerap budaya baru dalam arti budaya populer yang disukai masyarakat. Hal itu sesuai  dengan konsep adaptasi dalam orientasi ekologi budaya, bahwa bajidoran mampu beradaptasi dengan lingkungan sehingga tetap terpelihara kelangsungannya. 
Penulis : Nina Amelia (18123026) 
Sumber: Buku Bajidoran Di Karawang
                 Kontinuitas & Perubahan
Keterangan Foto: Dokumentasi pribadi